Sabtu, 05 Juli 2008

Heri Kartono (Atsj-Asmat)





JENDERAL CENGENGESAN

Ini kisah perjalanan ke Atsy, Asmat (Juni 2008). Kecamatan Atsj masih termasuk wilayah Indonesia tapi baik daerah maupun orangnya sangat berbeda dengan di Bandung atau di Brebes sekalipun. Tidak ada jalan darat karena tanahnya berlumpur. Siang hari boleh saja kering, namun malam hari, saat air pasang, maka semua terendam air.

Perjalanan dimulai dari Jakarta, singgah di Denpasar, Ujung Pandang kemudian langsung ke Timika. Di kota yang hidup dari uang Freeport ini, kami menginap satu malam. Esoknya, kami terbang lagi dengan pesawat kecil, juga milik Merpati menuju Ewer. Dari atas pesawat yang terbang tidak terlalu tinggi, kita hanya bisa melihat hutan dan sungai-sungai besar, melingkar-lingkar seperti ular.

Saat mendarat, pesawat terguncang-guncang hebat, maklum landasannya sederhana dan dibuat dengan tangan kosong. Orang-orang, baik penjemput, penumpang yang akan naik, maupun penduduk serta anak-anak, berkerumun di sekitar pesawat. Kedatangan pesawat merupakan hiburan tersendiri bagi penduduk, khususnya anak-anak. Beberapa kali petugas harus mengusir mereka yang berdiri terlalu dekat pesawat.

Dari Ewer, kami dijemput naik speedboat menuju Agats, ibu kota Asmat. Untuk yang tidak terbiasa naik speedboat di atas sungai maha besar dengan ombak yang lumayan, apalagi dengan kecepatan tinggi, memang bisa membuat perut langsung mual dan kepala berkunang-kunang. Di Agats, kami tinggal beberapa hari.

Sampailah saatnya kami berangkat ke Atsj, sekitar 2 jam dengan speedboat. Di beberapa tempat, speedboat yang terbuat dari semacam kaleng ringan ini guncangannya kelewat mengkhawatirkan. Namun melihat Pst. Bowo yang menyetir dari belakang dengan wajah tenang tanpa ekspresi, saya tahu bahwa situasi terkendali. Sekitar 15 menit sebelum sampai, Pst. Ote membuka HT-nya dan mulai mencoba kontak dengan Atsj. Pembicaraannya begitu keras sehingga tanpa diberi tahu, kami semua mendengar bahwa ada penyambutan besar-besaran sudah menunggu.

Ketika mendekati Atsj, saya melihat kerumunan banyak orang dengan teriakan-teriakan serta goyang pantat yang khas. Mereka bergembira karena kedatangan seorang Jenderal, pimpinan Ordo Salib Suci sedunia, langsung dari Roma! Ketika kami mendarat, terdengar sedikit kegaduhan dan bisik-bisik namun dengan suara keras. “Kok jenderalnya bukan orang bule?” “Cengengesan lag!?” “Pendek dan gelap lagi!” “Apakah tidak tertukar di jalan?”. Begitu kira-kira yang mereka kasak-kusukan.

Pastor Ote segera berinisiatif mengambil pengeras suara. Dengan mantap ia menjelaskan bahwa Bapak Jenderal Glen Lewandowsi, jenderal OSC yang asli, berhalangan mendadak karena sakit perut akut. Tapi, yang di depan kita ini, juga sama sakti-nya. Dia juga datang dari Roma, temennya Paus, tapi makan nasi seperti kita! Merekapun mengangguk-angguk, bersorak-sorai dan mulai mengarak sang Jenderal kecil yang cengengesan ini (setelah diberi topi bulu kus-kus, kalung jimat dan bulu-bulu kasuari).

Malam harinya acara dilanjutkan. Orang-orang berkumpul mulai jam 8 malam sampai jam 6 pagi, pukul tifa, goyang pantat dengan beberapa kali istirahat (minum kopi, isap rokok dan gorengan ala kadarnya!). Pada awal acara, Pastor Suwarno menjelaskan bahwa itupun merupakan bagian penyambutan menurut adat Asmat. Suwarno yang asli orang Jawa berkata sopan: “Tugas pastor hanya hadir dan cukup menyediakan rokok dan makanan ringan bagi semua yang datang!”. Sayapun maklum apa yang dia maksud. Dompet saya serahkan pada Warno supaya urusan lancar!

Pada tengah malam, saya berbisik pada Pst. Bowo bahwa saya bahagia tapi mata sudah tidak tahan. Pastor Bowo-pun mengumumkan bahwa “Bapak Jenderal” ada urusan lain! Mereka memaklumi dan terus memukul tifa, menari-nari dan meneriakkan suara-suara tertentu dalam bahasa mereka. Jam 6 pagi semua kelelahan namun puas karena telah menjalankan acara penyambutan secara sempurna sesuai dengan adat Asmat. Sementara sang "Jenderal" masih terlelap di kamarnya.

Heri Kartono.

Terima kasih untuk Komunitas Atsj: Pst. Bowo, Pst. Ote, Pst. Suwarno; Pst. Edu.

7 komentar:

Heri Kartono mengatakan...

Untuk Pst.Bowo, terima kasih juga atas hadiah ukir-ukiran Asmatnya. Kalau masih ada ukir2an lagi yang ingin dihadiahkan, jangan ragu-ragu hahaha...
HK.

Unknown mengatakan...

Ini kapan kejadiannya dan Gimana rasanya jadi Jenderal kancil? Tapi pasti ini pengalaman tak terlupakan ya. Imagine, banyak tempat2 terpencil di Indonesia dengan masyarakatnya yang masih belum terjangkau alat transportasi dan komunikasi. Salut untuk para rohaniwan OSC serta karya dan dedikasi mereka di sana, Atsy, Asmat dan sekitarnya. Tuhan memberkati selalu!

Heri Kartono mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Heri Kartono mengatakan...

Kejadiannya sudah2 tahun lalu. Karena BLOG-nya baru dibuat, jadi ceriteranya juga baru muncul sekarang. Saya sudah 4x ke Asmat. Biasanya sih ke Agats, pusatnya Asmat. Waktu itu "Visitasi" alias kunjungan resmi. Pas mau berangkat ke Atsy, Mgr. Glen Lewandowski sakit perut, lantaran sehari sebelumnya makan tape yang sudah basi. Jadilah saya menggantikan beliau hehehe...
HK.

onodaeli mengatakan...

Pst. Kartono,
Terima kasih sharingnya. Sungguh asyik. Meskipun saya sekarang di Manila, toh kenangan bersama pastor dan umat di Atsj sungguh2 hadir kembali. Apakah pastor masih ingat si kaskadu, Damianus Bifomi, yang menggendong pastor dari pelabuhan ke pastoran? Setelah acara penyambutan lalu dia menawarkan tulang kasuari? Awalnya dia perkenalkan diri: "Pater, saya ini sudah yang tadi gendong Pater. Mungkin Pater mau ambilkah? Ini saya punya tulang kasuari?" Sungguh menarik!

Saya ada beberapa cerita/kisah hidup selama di Asmat. Kalau suatu waktu diperlukan saya bisa bagikan kepada pastor dan para pemerhati blog ini.
Dormom!

onodaeli mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
Heri Kartono mengatakan...

Pst. Ote,
Terima kasih atas komentarnya. Yaya.., saya masih ingat pak Damianus Bifomi itu, salah satu yang menggendong saya dengan dandanan "perang".
Untuk saya pengalaman di Atsy memang mengesankan. Trims atas sambutannya.

Saya baru kembali dari AS (Minnesota) di sana nama Asmat juga terkenal. Ada musium khusus Asmat yang cukup besar di Universitas St.Thomas. Saya membuat 2 tulisan untuk majalah HIDUP. Mudah2an dimuat semua.
Sudah ada buku baru Pst.Ote?
Sukses selalu ya!!
HK.