Minggu, 29 Mei 2011

Event Organizer




KETIKA PASTOR DIATUR EO

Hari Sabtu (28 Mei 2011) saya menikahkan sepasang pengantin. Kali ini tempatnya di Katedral Jakarta. Karena perkawinan baru mulai jam 11.00 siang, pagi hari saya masih sempat naik sepeda dulu, olah raga. Selesai olah raga dan mandi, kami (saya bersama dua rekan imam lainnya) sarapan bersama seperti biasanya. Saat sedang sarapan, HP saya di kamar terdengar berbunyi terus menerus. Saya pikir pasti panggilan urgent. Maka saya berlari mengambil HP. Nomor yang muncul tidak saya kenal. Dengan sopan saya bertanya: “Selamat pagi. Siapa ya?”. Rupanya seorang dari EO (Event Organizer) perkawinan. “Posisi pastor sekarang ada dimana?”, tanyanya. Saya jawab: “Lho, perkawinan kan baru jam 11.00 nanti. Saya masih di rumah, sedang sarapan!”.

Jam 09.30 saya berangkat dari St.Helena, Lippo-Karawaci, menumpang mobil pak Jo Hanafi dan bu Lili. Selama perjalanan, HP saya berdering dua kali. Saya malas untuk mengangkatnya karena sedang asyik ngobrol. Hari Sabtu pagi lalu lintas lancar sekali. Sekitar jam 10.15 kami sudah tiba di Katedral. Karena masih ada banyak waktu, saya mampir ke toko buku Kanisius belakang pastoran. HP kembali berbunyi, rupanya mbak EO hendak mengecek “posisi” saya lagi. Lantaran merasa terganggu, HP langsung saya matikan.

Sudah beberapa tahun terakhir EO masuk di lingkungan Gereja. Para pengantin yang nervous menggunakan jasa EO untuk meyakinkan bahwa segala sesuatunya berjalan dengan baik. Hanya, mengatur pastor untuk urusan perayaan liturgi berbeda dengan mengatur orang untuk acara pesta-pesta. Harus diakui ada banyak EO yang memang amat membantu memperlancar acara. Meski demikian, tidak sedikit juga orang EO yang bertindak agak berlebihan. Pernah, di paroki Pandu, Bandung, seorang pastor yang sedang memimpin upacara perkawinan amat marah oleh ulah EO. Sang EO yang merasa diberi wewenang, bertindak agak berlebihan. Waktu itu ia amat sibuk mengatur segala hal, berjalan mondar-mandir selama upacara. Pastor yang sudah berusaha menahan kesabarannya, akhirnya meledak juga. Hampir saja sang EO diusir keluar gereja.

Saya sendiri tidak terlalu terganggu dengan kehadiran EO. Upacara perkawinan berjalan dengan baik dan lancar, sebagian karena jasa EO juga. Hanya, gara-gara EO, HP saya lupa saya hidupkan sampai malam hari. Beberapa umat yang berkepentingan sempat bersungut-sungut karena tidak bisa menghubungi saya… (Foto: Hasil jepretan pak Jo Hanafi).

Heri Kartono, OSC