Selasa, 11 November 2008

Yan Sunyata OSC



TERKENANG YAN SUNYATA

Bertemu mas Edy Asmoro, membangkitkan kenangan akan Pastor Yan Sunyata OSC. Mas Edy mampir ke Roma bersama lima rekan usahanya. Mereka dalam perjalanan pulang ke Indonesia dari Paris.

Edy Asmoro, asal Madiun, adalah alumnus ITB (1986). Saat di ITB inilah Edy mengenal Yan Sunyata OSC, dosen serta Pembina mahasiswa katolik saat itu. Sesudah lulus ITB-pun kontak dengan pastor Yan tetap dilanjutkan hingga wafatnya. Sebagaimana layaknya lulusan ITB dan Geng Yan Sunyata, Edy mempunyai kepercayaan diri besar, smart, ceplas-ceplos namun loyal dengan caranya. Sambil melihat-lihat kota Roma, Edy banyak berceritera tentang Pastor Yan yang dikaguminya.

Yan Sunyata, anak ningrat dari Garut, adalah figur yang mengesankan banyak orang: amat kocak, cepat membaca karakter orang, kreatif, sedikit gila, barangkali juga jenius dan pengkotbah yang memikat. Ia amat piawai dalam mengejek orang sampai sehabis-habisnya. Namun orang tahu, Yan tak pernah berniat merendahkan, meskipun ejekannya seringkali keterlaluan.

Kreativitas Yan dalam menyusun liturgi dan membuat lagu-lagu dengan syair ber-nas, disukai banyak orang. Selain itu, pengetahuannya yang amat luas, khususnya di bidang teologi membuat ia berwibawa dalam berkata-kata (Kumpulan tulisannya akan diterbitkan awal tahun 2009 dengan judul: Terobosan Baru dalam Berteologi). Di manapun ia berkarya, pasti ada banyak orang yang menjadi pengikut, pengagum ataupun fans-nya. Yan sendiri amat peduli pada anak-asuhannya. Misalnya, saat ia bertugas di Medan, ia rela meninggalkan pekerjaannya sebagai Rektor Universitas Katolik Santo Thomas, hanya untuk membaptis salah satu anak dari Geng-nya itu!

Geng Yan Sunyata juga amat berbakti kepadanya. Saat Yan Sunyata membutuhkan dana untuk membeli rumah di Medan, kelompok ini dengan sigap mengumpulkan uang. Maklum, banyak anak didik Yan Sunyata yang sukses dalam hidup mereka. Kelompok ini juga membuat buku kenangan yang mbeling tentang Yan Sunyata. Mas Edy Asmoro menambahkan, untuk mengenang pastor Yan, telah berdiri PKBY (Paguyuban Keluarga Besar Yan Sunyata) yang terdiri atas mantan-mantan anak buah Yan.

Yan Sunyata pernah berkali-kali menjadi Propinsial OSC Indonesia. Kemana-mana propinsial ini lebih nyaman memakai sandal daripada sepatu resmi. Adalah suatu siksaan bila ia harus memakai sepatu. Ia juga lebih suka menggunakan motor bebeknya atau naik kendaraan umum, daripada merepotkan orang. Yan meninggal dunia saat sedang jalan-jalan di Jakarta (22 September 2002 dalam usia 61 tahun). Diduga ia mendapat serangan jantung ketika sedang naik Bajaj. Ia sempat ganti naik taksi, minta diantar ke RS. St.Carolus. Namun saat taksi tiba di Rumah Sakit, Yan sudah meninggal dunia.

Bertemu mas Edy Asmoro membangkitkan kenangan akan Yan Sunyata. Lewat orang seperti mas Edy, nampaknya Pastor Yan tidak pernah mati, masih terus hidup, terus memberi semangat dan inspirasi bagi siapa saja yang pernah mengenalnya!

Heri Kartono

11 komentar:

Rosiany T.Chandra mengatakan...

Dari tulisan ini terbayang beliau pasti pribadi yang telah membuat dirinya 'berarti'untuk setiap orang yg lewat di dalam kehidupannya.Baik dengan cara yg unik maupun'gila'.
Sepertinya beliau menjadi inspirator besar ya untuk para OSC.
Selamat!

Heri Kartono mengatakan...

Nggak hanya untuk OSC kok, tapi juga untuk banyak orang, terutama sih untuk para mahasiswa (Pst.Yan pernah lama memulai dan mengurus GEMA=Gereja Mahasiswa di Bandung).
Trims atas komentarnya.
HK.

Paneker mengatakan...

Trims untuk kisah singkat dan kesan tepatnya. Paneker

Lucas Nasution mengatakan...

saya pernah ikutan kursus spitualitas bareng2 ibu2 karismatik [ini thn 87-an lah] ya bagus pisan - lha Yan memang mumpuni
kalau misa di gema saya selalu mencatat isi kotbahnya
bagus
majalah Melintas saya baca - meski tidak ngerti juga
hehehe
tapi dia "mengajari" saya mencintai filsafat dan teologi
kira saya dia suka mengutip schilebexx - dan mungkin schilebexx ini kawan dia
Tidak habis pikir kenapa dia tidak jadi Uskup Bandung - misteri

Heri Kartono mengatakan...

Tidak semua imam yang "menonjol" harus jadi Uskup. Rm.Mangun Wijaya Pr yang terkenal atau Pater Frans Magnis Suseno SY yang menonjol tidak menjadi Uskup juga. Nampaknya Vatikan mempunyai pertimbangan tersendiri untuk mengangkat seorang Uskup. Lagian, menurut saya, orang seperti Pastor Yan, justru lebih cocok "hidup bebas" daripada menjadi seorang pejabat formal Gereja.
HK.

isnar@unpar.or.id mengatakan...

Paguyuban stur Yan...?
Isinya tentu saja manusia2 kreatip dan inopatip ya…

Walaupun saya bukan siapa2,
tapi stur Yan pernah lewat dalam hidup saya loh…
cuma sayang sekali dalam diri saya stur Yan tidak berkembang,
tidak kreatip dan tidak inopatip seperti di orang2 lain, he..he..

Saya kagum pada stur Yan yang sampai sekarang masih tetap hidup
membonceng pada stur Anton Subianto dan pastor2 muda lainnya.

Di fakultas filsafat malah pernah terdengar istilah Yan sentris(me)
kayaknya energi positip itu selalu dialirkan pada generasi muda
melalui geladi-geladi yang ada di Pusat Kajian Humanioranya Unpar….
terasa kental sekali….

Makasih Mo Her....

Heri Kartono mengatakan...

Makasih mas Isnar atas komentarnya. Tentang Paguyuban, saya juga hanya mendengar sepintas. Mudah-mudahan ada penjelasan dari pengurusnya.

Generasi muda sesudah Pst.Yan (OSC) memang banyak yang berbakat dan kreatif. Mereka juga masih sempat mengenyam pendidikan P.Yan.
Salam hangat,
HK.

Anonim mengatakan...

wah jadi mebangkitkan memory saat kuliah dulu, beliau bikin bikin kita rajin jumatan [KMK],jumat pertama an, atau main ke Nias, atau makan siang di gempol wetan, bikin aku aga sedikit jadi kreatip bikin komik di majalah KMK 'Lentera' karena face&body pst. yan gampang di komik in, terutama baju batik nya
waktu retret aku perna disuru baca ayat yangmana Yesus usir roh ahat dimasukin ke babi 'stop' kata beliau 'cocok untuk mu'...hehe, soalnya kita ketauan heureuy2ngobrol

Heri Kartono mengatakan...

Ini mas Tony ya? Wah surprise ikut nongol.
Apa kabar mas Toni?
Masih terus jail mbikinin karikatur orang?
Salam,
HK.

Anonim mengatakan...

Saya "terpaksa" mengenal pastor Yan Sunyata karena mengambil matakuliah Agama Katolik saat kuliah di kampus Ganesha, Bandung, 1978-1981.

Mungkin karena waktu itu yang mengambil kuliahnya cuma 3 orang, beliau tidak pernah datang ke kampus untuk mengajar. Untuk mendapatkan nilai (yang lebih "sakral" untuk lulus daripada isi kuliahnya itu sendiri), kami "terpaksa" mendatangi beliau di biara jalan Trunojoyo.

Saat bertemu pertama kali (dan memang cukup hanya sekali itu saja), saya sempat kecewa karena beliau mengira saya orang Batak hanya karena nama Cosmas.

Kami bertiga akhirnya mendapat nilai "B" setelah ditugasi membaca makalah beliau (berjudul . . . Sebuah Tawaran Keselamatan) dan menuliskan catatan atas makalah tersebut. Gampang sekali prosesnya.

Namun beliau menampakkan karisma intelektualnya dan membangunkan rasa hormat saya yang mendalam dalam perjumpaan singkat itu. Sejak itu saya lebih memilih ke kapel Mahasiswa di komplek sekolahan SMA Top (jalan Trunojoyo) daripada Katedral yang tidak jauh dari situ (jalan Merdeka).

Di kapel itu saya senang mendengar kotbah misa Minggu dari beliau dan mendengarkan koor dari para novisiat OSC (termasuk romo Heri Kartono?). Dan tentu saja minuman hangat dan pisang rebus di aula sehabis misa.

Salam,
Cosmas
Jakarta

Anonim mengatakan...

Bagi saya Pastor Yan adalah seorang yang sangat luar biasa...
Kata-kata pedas yang cukup menyakitkan (karena saya dulu dipanggil "Anak Kampung Yang Rumahnya Di Hutan") bukan membuat orang-orang yang mengenalnya membenci beliau, melainkan memuja kata-kata pedas yang ia ucapkan kepada kami...
Di Santa Monika BSD ia sangat terkenal "JUTEK" tapi tak satupun umat yang tidak menyapa saat berpapasan dengannya (meski ia tetap saja jutek)...
Sepeda motor Honda Astrea yang ia pakai untuk berjalan-jalan sore di Santa Monika BSD masih tetap ada di garasi pastoran gereja Santa Monika dan sampai sekarang belum ada yang memakai lagi setelah beliau.Fotonya pus selalu di pasang di gereja Santa Monika. Mungkin umat Santa Monika sangat mengenang karya singkatnya di Santa Monika dan banyak sekali umat yang terinspirasi oleh kebesaran hatinya untuk saling berbagi dengan sesama yang membutuhkan...

Salam

Ebit
(Misdinar St. Monika BSD)