Minggu, 09 November 2008

Din Syamsuddin di Roma


PAKAI GAYA SEBRANG!

Tiga jam makan malam bersama Prof. Dr. HM. Din Syamsuddin berlalu cepat sekali. Tentu saja karena percakapan, terutama dari Din Syamsudin memang menarik. Jamuan malam ini bertempat di KBRI Vatikan (05/11/08) atas undangan pak Dubes , Suprapto Martosetomo. Hadir delapan orang, termasuk pejabat Dubes RI untuk Italia.

Din Syamsuddin, ketua PP Muhammadiyah, datang ke Roma untuk menghadiri dialog tokoh Islam dan Katolik dunia di Vatikan. Pria ramah kelahiran Sumbawa Besar (31/08/58) ini pandai bertutur, terutama tentang dunia agama dan politik yang digelutinya. Ia lulusan IAIN Jakarta dan meraih gelar doktornya di University of California, Los Angeles (UCLA), AS.

Menurut Din, para tokoh agama musti sering bertemu. Din sendiri beberapa kali diundang oleh KWI, PGI dan pelbagai pertemuan dialog antar tokoh agama baik di tingkat nasional maupun internasional. Dengan bertemu serta mengenal satu sama lain, akan memudahkan komunikasi. Para tokoh agama, menurut Din, harus mewaspadai dan memisahkan antara kasus kriminal dengan agama. “Biarkanlah kasus kriminal ditangani oleh negara dan jangan dicampur adukkan dengan masalah agama!”, ujarnya gemas.

Tentang dialog agama di Indonesia, menurut Din Syamsuddin, sudah waktunya untuk lebih terbuka. Din berkata dengan nada seloroh: “Jangan pakai gaya Jawa, senyum-senyum sambil membawa keris di pinggang. Kita perlu pakai gaya sebrang, blak-blakan mengungkapkan masalah kita dan mencari pemecahannya bersama”, ujar Din, disambut tawa yang hadir.

Prof. Din Syamsuddin berharap, di masa yang akan datang dialog harus lebih komprehensif. Maksudnya, dialog tidak hanya dilakukan antar tokoh agama namun juga perlu dihadiri kalangan politikus, media massa dan pengusaha. Sebab, banyak persoalan yang seolah-olah masalah agama, sebenarnya adalah masalah politik, ekonomi atau sosial. Kemiskinan, misalnya, kerapkali menjadi sumber munculnya pelbagai persoalan. “Dialog dan pemecahan masalah sebaiknya dilakukan sekaligus”, ujar wakil ketua umum MUI ini.

Dengan jabatannya sebagai Ketua Umum Muhammadiyah, Wakil Ketua Umum MUI dan lebih-lebih dengan kemampuannya untuk berdialog dengan banyak kalangan, Din Syamsudin kerap dipandang sebagai sosok pemimpin umat Islam yang pas.

Heri Kartono, OSC (Foto: Prof. Dr. Din Syamsuddin bersama Dubes RI untuk Vatikan, Suprapto Martosetomo, sesaat menjelang santap malam).

6 komentar:

Unknown mengatakan...

Romo, mumpung Pak Din maunya buka-bukaan, waktu itu apakah ada yang sempat bertanya kenapa undang-undang Porno sampai bisa lolos di DPR? Apa undang2 itu dipaksakan oleh DPR atau dipaksakan oleh Pak Din dan kawan2 nya? Kalau belum sempat ditanyakan, perlu segera ditanyakan tuh. Maunya apa dengan uu itu?

Heri Kartono mengatakan...

Mbak Yani,
Tentang UU Pornografi disinggung juga sekilas. Menurut pak Din, tujuan utama UU ini untuk mencegah maraknya pornografi yang marak di Media Massa.
HK.

Unknown mengatakan...

ah romo, jawabannya standar...

Heri Kartono mengatakan...

Karena memang hanya disinggung sekilas kok. Fokus pembicaraan waktu itu seputar dialog Islam-Katolik yang sedang berlangsung di Vatikan; termasuk beberapa isue intern (juga "insiden") yang terjadi dalam dialog.
Pak Din menyinggung ttg UU pornografi menjelang selesai acara makan malam, itupun sekilas. Yang hadir sepertinya sudah tidak fokus lagi.

Mbak Yani benar, UU ini membuat banyak orang panasaran dan geregetan.
HK.

Rosiany T.Chandra mengatakan...

Aku suka pernyataan beliau ttg pemisahan yg jelas antara kriminal dan agama.Memang akhir2 ini banyak hal2 yg rancu dgn mengataskan nama agama.
Agama sudah menjadi sarana yg ditunggangi,bergeser dari nilai2 yg luhur dan murni.

Serafin Dany Sanusi, OSC mengatakan...

Menurut saya, UU yang porno itu bernuanasa sangat politis. RUU Porno itu sebenarnya sudah lama ada di balegnas (badan legislasi nasional), sejak jaman Megawati jadi presiden. Tapi, selalu bisa ditahan untuk diundangkan karena pemerintah pada waktu itu masih sangat pro rakyat. Saat ini, hampir semua politisi di Senayan dan juga di pemerintahan sedikit sekali yang pro rakyat. Maka, salah satu cara untuk menyenangkan sebagian kalangan yang, memang menginginkan semuanya serba seragam, RUU itu pun diundangkan dengan proses legislasi yang sangat cacat hukum. Teman-teman saya di DPR, yang kebetulan tergabung dengan pokja RUU ini, mengatakan bahwa proses pengesahan UU ini sangat dipaksakan. Banyak hal yang tidak sesuai dengan peraturan yang ada dalam proses legislasi. Maka, apakah Din punya andil dan peran dalam proses pemulusan RUU ini untuk diundangkan? Jawabannya jelas kok. Hal itu nda perlu ditanyakan lagi. Sehingga, memang bukan DPR saja yang memaksakan kehendak, tetapi termsauk Din pun turut senang dan bahagia saat DPR mampu mengundangkan RUU itu.