Selasa, 28 Oktober 2008

RS.Boromeus (Ziarah).


JATAH TOUR LEADER

Memimpin rombongan ziarah banyak juga enaknya. Itu pengalaman saat diminta Terra Santa mendampingi kelompok RS. Boromeus Bandung ke Lourdes (10-22 Oktober 2008). Enaknya, pertama-tama tentu saja bisa jalan-jalan gratis. Di dalam bus, selalu mendapat tempat terbaik, paling depan dengan pemandangan amat leluasa. Memang ada alasannya, supaya dapat menjelaskan dengan lebih baik (lagian microphone juga ada di depan). Tentu saja segala informasi terkait harus kita siapkan sebelumnya.

Enak lainnya, kebetulan rombongan kami kompak dan orang-orangnya menyenangkan. Jadi, nyaris di sepanjang jalan, kami menikmati saat-saat bersama: nyanyi, saling tukar joke, sharing pengalaman, juga doa rosario (biasanya saking khusuknya, saya suka tertidur!). Di samping itu, ada juga kejutan-kejutan yang menyenangkan selama di perjalanan.

Dengan bus turis yang nyaman, kami mulai perjalanan dari Roma, Assisi, Pisa, Monaco, Nice, Lourdes, Nevers, Paris, Brussels dan berakhir di Amsterdam. Kemanapun pergi, para peserta (terutama sih ibu-ibu) nggak tahan untuk tidak berbelanja. Tour Leader sekaligus boss Terra Santa, pak Talieb Halim, biasanya dengan susah payah ngoprek-ngoprek peserta supaya tidak terlambat. Sekali-kali saya membantu pak Talieb mengingatkan peserta untuk tidak terlalu lama belanja.

Waktu di Assisi banyak peserta masuk sebuah toko souvenir. Sebagian besar memang belanja, lama lagi. Beberapa kali saya masuk toko untuk mengingatkan peserta bahwa waktunya sudah habis. Saya juga sempat membantu beberapa peserta berkomunikasi dengan pemilik toko.

Sesudah peserta terakhir keluar, sayapun beranjak mau keluar. Tiba-tiba pemilik toko memanggil. Suami-istri ini bertanya dengan ramah: "Lei e’ un capo di questo gruppo?" (Apakah anda pimpinan rombongan?). Ketika saya mengiyakan, serempak mereka mengatakan: "Un momento per favore!" (Mohon tunggu sebentar!). Tanpa saya duga, mereka membungkus hadiah, sebuah salib cantik dan sebuah lukisan ikon sambil berpesan dengan senyum lebar: "Jangan lupa, kalau ke Assisi lagi, bawa rombongan ke sini ya….!" (Heri Kartono OSC)

Senin, 27 Oktober 2008

Lafayette Paris


BERUNTUNGLAH MEREKA…

Lafayette yang terletak di Boulevard Haussmann 40, Paris, adalah sebuah galeri/pertokoan bergengsi di jantung kota Paris. Di kompleks yang besar dan mewah ini kita dapat membeli apa saja: pakaian, tas, sepatu, souvenir, jam tangan… Hanya memang harga-harga di sini tak terkira, meski dengan iming-iming tax free. Sepertinya penjual menempelkan harga-harga sambil main-main. Yang pasti, hanya barang bermerk terkenal saja dijual di tempat ini seperti produk Louis Vitton, Hermes, Gucci. Sepatu asal Cibaduyut bukan tempatnya di toko ini.

Galeri Lafayette yang besar ini terasa sempit saking banyaknya pengunjung yang datang. Hampir semua rombongan turis akan diantar ke tempat ini untuk berbelanja. Turis-turis dari Cina, negara yang miskin itu, tergolong paling banyak berbelanja di tempat ini. Konon, tahun-tahun sebelumnya, turis Asia didominasi turis Jepang. Tentu saja rombongan dari Indonesia juga tidak ketinggalan, selalu ada. Rombongan kami diberi waktu 2 jam penuh untuk berbelanja. Beberapa ibu mengeluh bahwa waktunya terlalu singkat. Namun, tidak semua peserta senang berbelanja di tempat ini. Peserta asal Brebes hanya bertahan 5 menit berada di pertokoan Lafayette ini. Orang Brebes nampaknya pusing melihat harga-harga dan terutama melihat banyaknya ibu-ibu yang berseliweran mengejar waktu. Ia lebih nyaman menghirup udara di luar menikmati keramaian kota Paris sambil sekali-kali melirik jualan di kaki lima.

Kita patut menghargai orang-orang yang mempunyai cita-rasa tinggi dalam berbusana maupun menyandang barang-barang. Kalau mereka mau dan mampu, mengapa tidak? Namun, beruntunglah mereka yang merasa bahagia dengan apapun yang ia peroleh dalam hidupnya…

Heri Kartono.

Selasa, 21 Oktober 2008

TAMU.


MENGANGGAP RUMAH SENDIRI

Biara-biara di Roma umumnya menyediakan juga beberapa kamar untuk tamu. Maklum, Roma kerap menjadi tujuan wisata dan orang ingin menginap di tempat yang aman. Rumah kamipun menyediakan beberapa kamar untuk tamu. Nyaris sepanjang tahun tamu silih berganti, umumnya dari Belanda, Belgia dan Amerika Serikat, kenalan-kenalan kami. Kadang-kadang juga dari Indonesia.

Dibanding tinggal di hotel, tarif di biara memang lebih murah, nyaris separuhnya. Kami menyebutnya sumbangan, karena memang bukan hotel. Meski demikian, untuk kantong Indonesia.. ya tetap mahal. Maklum nilai Euro amat tinggi. Para tamu biasa makan pagi bersama dan rekreasi sore bersama kami juga. Rekreasi artinya ngobrol sambil minum-minum, terutama sih anggur. Anggur di Italia hanya sedikit lebih mahal dari Aqua dan sudah tergolong anggur standar. Anggur jenis ini biasa disebut Vino da Tavola (Anggur Meja). Tentu saja anggur yang harganya amat mahal juga banyak.

Bertemu beragam tamu adalah pengalaman yang menyenangkan, memperkaya. Pada umumnya para tamu memang sopan dan bersahabat. Tamu-tamu dari Indonesia biasanya sih lebih disukai karena ramah dan ringan tangan. Kadang-kadang juga bersedia membantu masak atau cuci piring.

Kami mengusahakan agar para tamu merasa seperti di rumah sendiri, betah dan nyaman. Mereka memiliki kunci sendiri, bisa keluar masuk kapan saja. Umumnya tamu memang merasa demikian. Hanya, pernah ada tamu yang benar-benar merasa di rumah sendiri. Mereka ngobrol sampai larut malam di ruang rekreasi, bikin gaduh dan…. menghabiskan minuman terbaik kami (yang biasanya hanya kami keluarkan pada hari-hari besar saja!). Ternyata, tamu juga manusia…

Heri Kartono (Foto: adalah tamu-tamu yang baik!).

Kamis, 09 Oktober 2008

Fontana Trevi


KE ROMA AKU KAN KEMBALI!

     Lemparlah sebuah uang koin dan anda akan kembali lagi ke kota Roma! Begitulah salah satu kepercayaan orang bila berkunjung ke Fontana Trevi. Fontana (Air Mancur/Sumber air) Trevi adalah salah satu Fontana yang terindah dari sekitar 125 fontana yang tersebar di kota Roma! Fontana ini merupakan karya terbaik arsitek Nicolo  Salvi yang mengerjakannya atas perintah Paus Clement XII. Nicolo Salvi membuat Fontana ini pada sebuah sumber air yang sudah ada yang disebut  Acqua Vergine (Air Perawan). Ia memulai karya besarnya ini pada tahun 1732 dan selesai pada tahun 1762.  Panjang Fontana ini 20 meter sedangkan tingginya 26 meter. Semuanya terbuat dari marmer.

     Disebut Trevi karena Fontana ini terletak pada persimpangan tiga jalan (Tre Vie bahasa Italia artinya Tiga Jalan). Fontana Trevi memang bagus sekali. Tiada hari tanpa turis di tempat ini. Pada musim yang paling dinginpun, tempat ini tetap dikunjungi turis. Bila anda berkunjung ke tempat ini pada musim semi atau musim panas, bersiaplah untuk berdesak-desakan dengan sesama pengunjung. Semua ingin berebut untuk berfoto dan lebih-lebih untuk melempar uang koin dengan cara membelakangi Fontana. Dengan melakukan pelemparan uang, orang percaya bahwa suatu saat pasti akan kembali lagi ke kota Roma. Suasana di tempat ini memang menyenangkan dan romantis. Karenanya tidak mengherankan, banyak pasangan muda-mudi berpacaran gaya Roma, lengkap dengan peluk-cium yang mesra secara terbuka.

     Dulu, saya pernah mengunjungi tempat ini. Waktu itu secara iseng, saya ikut melempar koin seperti orang lain. Dan ternyata saya memang kembali lagi ke Roma hampir dua puluh tahun kemudian! Kepercayaan atau mitos semacam itu sebenarnya dimiliki oleh hampir setiap masyarakat. Di Bali ada pantai yang indah namun jarang dikunjungi orang yang sedang pacaran. Pasalnya ada mitos yang mengatakan, bila orang sedang pacaran mengunjungi pantai ini, percintaan mereka akan putus di tengah jalan. Kendati hanya sekedar mitos, muda-mudi Bali tidak mau ambil resiko kehilangan sang kekasih dengan mengunjungi pantai tersebut.

     Tradisi kepercayaan seperti itu sebenarnya tidaklah jelek, malah mungkin positif. Dengan cara itu, orang lebih termotivasi untuk berbuat sesuatu secara lebih terfokus atau menghindari perbuatan buruk yang berakibat negatif bagi hidupnya. Namun, tradisi kepercayaan semacam itu bisa menjadi negatif bila kita  menggantungkan nasib hidup hanya berdasarkan mitos tanpa melakukan usaha apapun.

Heri Kartono

NB:

Saya sedang berfikir untuk mengambil kembali uang yang pernah saya lempar dulu. Soalnya sudah mulai bosan di Roma dan ingin kembali ke kampung halaman….!

Selasa, 07 Oktober 2008

Devie Kusumaputri


KETIKA NONI BERTUTUR

Nama resminya Devie Kusumaputri, namun biasa dipanggil Noni. Orangnya gampang akrab karena memang pandai bergaul. Ia bisa menempatkan diri dengan tepat dalam banyak tempat dan situasi. Yang paling menyolok dari anak Jakarta ini adalah kemampuan verbalnya dalam berceritera. Ceritera yang sederhanapun, lewat mulutnya menjadi memikat. Gaya berceritera, intonasi maupun pemilihan kata-katanya serba pas. Di atas semuanya, kita bisa merasakan bahwa ia berceritera sepenuh hati.

Sebetulnya bukan hanya dalam berceritera Noni memikat. Dalam bergaul, berkomunikasi dengan orang lain, Noni pandai membuat lawan bicaranya betah. Barangkali alasan paling mendasar, Noni memiliki kepribadian yang baik. Ia tumbuh dalam keluarga yang rukun. Dengan papi, mami serta Eka, kakaknya, Noni merasa nyaman. Satu sama lain memiliki rasa keterikatan yang tinggi. Di manapun mereka berada, selalu ada keinginan untuk berkontak, bersenda gurau. Dan itulah yang mereka lakukan. Dan itu pula yang pada gilirannya saling memberi kekuatan.

Papi-mami Noni adalah orang tua yang telah makan asam garam kehidupan. Kehidupan agama mereka sehat dan kuat. Barangkali karena kedua orang tua ini menemukan serta menghayati imannya lewat pengalaman konkrit hidup mereka. Dalam beberapa peristiwa penting, mereka merasa Tuhan memberi jalan, mengasihi mereka. Suasana iman orang tua yang kental ini diwariskan kepada kedua anak mereka, termasuk Noni.

Tiga hari bersama Noni dan kedua orang tuanya adalah hari-hari yang menyenangkan. Terima kasih sudah mengenal Noni, juga papi dan mami. Salam untuk papi yang rupanya terkesan dengan orang Aceh!

Heri Kartono.

Jumat, 03 Oktober 2008

Hazi Mustafa, Roma.


BARANG HALAL

Setiap sore kami bergiliran untuk menyiapkan makan malam. Biasanya sih hanya memanaskan sisa-sisa makanan siang. Kalau tidak ada sisa, ya musti memasak sesuatu. Ada kawan yang senang dan pandai masak. Masakannya bervariasi, enak lagi. Temen dari Belgia selalu masak kesukaannya, antara lain panekuk. Kawan dari Brasil kadang membuat “nasi campur”, maksudnya nasi dicampur segala bumbu. Lumayan enak juga. Namun, ada juga yang dari waktu ke waktu hanya tahu satu resep: nasi goreng. Yang terakhir ini orang dari Brebes! Masih untung nasi gorengnya bisa dimakan dan tidak bikin sakit perut orang…

Untuk yang masak, diberi kebebasan mencari bahan-bahannya sendiri, sesuai kata hatinya. Belanja paling gampang tentu saja ke supermarket. Tapi, kami orang Indonesia, lebih suka pergi ke Mercato Esquilino, pasar dekat Piazza Emmanuelle. Di sini banyak dijual sayur-sayuran segar. Segala bumbu dari daerah tropis juga tersedia, murah lagi. Penjualnya banyak orang dari Asia, terutama Pakistan dan Cina.

Beberapa hari yang lalu, saya dan kfr. Budiman belanja ke Esquilino ini. Senang bisa merasakan suasana pasar, bersih dan nyaman. Saat kami beli kacang panjang, pemiliknya bertanya dalam bahasa Italia: “Voi siete Malaysiani?”. Kami jawab: “No, noi siamo Indonesiani!”. Waktu mendengar Indonesia, dia senang sekali dan langsung memberi salam: Assalamualaikum. Kamipun menjawab ramah: Mualaikumsalam! Kemudian dia memperkenalkan diri. Namanya Hazi Mustafa, asal dari Pakistan. Sesudahnya bapak Mustafa ini memberi kartu nama dan berpesan dengan serius bahwa di kiosnya semua barang dijamin halal, tidak seperti di tempat lain. Pesan paling akhir, dan ini yang penting: “Datanglah selalu ke kios kami!”

Malam itu Kfr. Budiman masak enak sekali. Mungkin lantaran bahan-bahannya semuanya barang halal…(Dimuat di Berita Paroki Pandu, Maret 2011)

Heri Kartono.

Kamis, 02 Oktober 2008

KBRI Vatikan.



LEBARAN DI KBRI VATIKAN

Acara di KBRI Vatikan selalu menyenangkan untuk saya. Bukan apa-apa, acara di KBRI artinya ada makan enak, masakan Indonesia, gratis lagi! Tiap hari di komunitas saya makannya masakan Italia, enak juga sih. Tapi, kalau ketemu masakan Indonesia, lidah jadi lebih bergoyang!

Kemarin malam (01/10/08) ada acara Lebaran di KBRI Vatikan. Saya bersama Glen, Mammouth dan Budiman datang jam 18.30. Pak Dubes, Suprapto Martosetomo bersama istri menyambut kami di pintu masuk. Bapak-ibu Suprapto ini memang amat ramah dan simpatik. Tanpa basa-basi, kami langsung dipersilahkan ke Wisma, tempat perjamuan. Sebagian tamu sudah datang, ngobrol sambil menikmati hidangan. Saya sempat bingung karena banyaknya pilihan makanan dan minuman.

Pertama-tama saya ambil Mie Bakso panas, plus sambelnya. Saking semangatnya makan, keringat sampai bercucuran. Betul-betul masakan Indonesia. Sesudah itu, menuju meja menu utama. Di sini ada dua pilihan, masing-masing menarik. Pilihan pertama: ketupat atau nasi dengan opor, sambel goreng dgn pernak-pernik makanan ringan. Pilihan kedua: ketupat/nasi dengan gulai kambing dan gorengan plus kerupuk. Akhirnya saya ambil opor dan sambel goreng sambil mata tetap memandang gulai kambing…

Sebagian dari kami menikmati makanan sambil duduk namun sebagian besar sambil berdiri dan menyapa banyak orang. Makanan serta minuman pencuci mulut juga tersedia berlimpah.

Cukup sering KBRI Vatikan mengadakan acara untuk kami. Salah satu acara tahunan yang menarik adalah piknik bersama keluar kota. Acara ini kerja-sama antara Irrika dengan KBRI. Pada acara ini, KBRI biasanya menjadi sponsor utama, meski kami juga ikut membayar ala kadarnya! KBRI Vatikan masyarakatnya terbatas dan dari kalangan tertentu. Mungkin itu yang membuat KBRI Vatikan menjadi sedikit berbeda dengan KBRI lainnya. Yang jelas, kami menikmati keramahan maupun pelayanan mereka terhadap kami selama ini. Terima kasih pak Dubes atas santapannya yang uenak tenaaan…! Minal aidin, mohon maaf lahir batin!

Heri Kartono OSC.