Kamis, 19 Maret 2009

Pengalaman Sakit di Roma (Heri Kartono)



LEBIH BAIK SAKIT DI KAMPUNG

Berawal dari sakit perut di bagian kanan di atas pinggang. Waktu itu baru saja mulai santap siang dengan makanan pembuka Spagheti ala Bolognese. Saya menaburkan sambal satu sendok besar di atas spagheti, kebiasaan buruk orang Brebes. Dalam waktu lima menit, perut melilit-lilit, sakitnya bukan kepalang. Saya meringis-ringis dan teringat bahwa ini bukanlah yang pertama kalinya. “Jangan-jangan saya kena usus buntu”, begitu pikir saya.

Beberapa hari kemudian, atas anjuran seorang sahabat, sayapun pergi ke Rumah Sakit Salvator Mundi, Roma. Di RS Internasional ini, saya menemui Dr. Bilotta, dokter langganan sejak saya masih mahasiswa, 23 tahun yang lalu. Bilotta menganjurkan agar saya periksa beberapa hal, sekaligus General Check Up. Menurutnya, ada beberapa indikasi yang mencurigakan. Supaya pemeriksaan dapat berjalan dengan tenang dan semua ongkos dibayar asuransi, sayapun masuk Rumah Sakit (16-19 Maret 2009). Maklumlah, asuransi hanya mengganti bila kliennya dirawat inap di Rumah Sakit.

Hal pertama yang dilakukan adalah pemeriksaan darah dan urine, setelah sebelumnya berpuasa sejak malam hari. Untuk mengambil darah nampaknya bukan perkara gampang. Masalahnya, urat nadi saya terlalu kecil dan tersembunyi. Sang perawat tak bisa menemukannya meski sudah memukul-mukul lengan beberapa kali. Akhirnya seorang suster senior mengambil alih tugasnya. Ia berhasil menemukan urat nadi pada tusukan yang kedua.

Pemeriksaan berikutnya disebut Diagnostica Endoscopica. Seorang suster yang nampaknya sudah ahli, menyuruh saya membuka seluruh pakaian bagian atas. Kemudian alat-alat dipasang pada dada dan perut. Dengan sebuah alat yang dihubungkan dengan layar komputer, suster ini melihat dan merekam kondisi “jeroan” saya.

Sore hari, seorang petugas membawa 2 botol air mineral. “Minumlah dan musti habis. Ini diperlukan untuk pemeriksaan Ecografia Addome Completo satu jam lagi. Dan, jangan kencing sebelum saat pemeriksaan!”, ujar petugas tadi sambil menekankan setiap perintahnya. Dengan susah payah, 2 botol air itu saya minum, meskipun sama sekali sedang tidak haus.

Pada saat pemeriksaan, juga dengan alat yang disambung pada sebuah layar komputer, saya sudah tidak bisa menahan diri untuk kencing. Rasanya air kecing sudah ada di ujung “kran” saya. Tapi dokter Maria Almberger dengan tenangnya berkata: “Air baru sebagian yang turun, kita musti menunggu sekurangnya 10 menit lagi!”. Dengan meringis saya menjelaskan bahwa saya sudah tidak tahan lagi untuk kencing. Akhirnya pemeriksaanpun dilanjutkan. Saya harus berjuang keras supaya tidak mengencingi tangan dokter Jerman yang bersih dan halus itu…Begitu pemeriksaan selesai, saya langsung melompat dan berlari ke kamar kecil. Dan sebelum dikeluarkan secara sempurna, si adik kecil sudah langsung menyemprotkan hujan berkatnya yang melegakan!!

Penyiksaan belum selesai. Makanan yang saya dapat selama di RS nampaknya disesuaikan dengan kebutuhan pemeriksaan. Alhasil, setiap saat hanya sup macaroni setengah mangkuk saja. Hari kedua, selesai sarapan yang amat sederhana, Fransisca sang perawat, masuk dengan senyum amat manis. “Minumlah ini dan harus habis sebelum jam 12 siang!”, ujarnya dengan ramah. Mata saya membelalak melihat 8 botol air/minuman yang dibawa sang perawat…..

Minuman itu rasanya manis, sedikit memualkan. Ketika saya berhasil meminumnya 2 botol, perut saya langsung mual-mual. Berkali-kali saya hendak muntah. Akhirnya, tepat pada jam 12.00 siang, botol kedelapan berhasil saya habiskan. Dan selama itu, saya sudah 9 kali buang air kecil dan 6 kali buang air besar (dalam artian yang sesungguhnya, betul-betul cairan…alias air besaaar!). Dan rupanya cairan 8 botol itu dimaksudkan untuk mencuci habis isi perut saya. Sebagai pelengkap, seorang perawat lain menyuntikkan obat cairan lewat dubur, sesuatu yang amat tidak nyaman. Itu semua diperlukan untuk pemeriksaan RX Torace Clisma-opaco.

Kalau tidak terpaksa, jangan pernah berurusan dengan pemeriksaan Clisma-opaco. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara memasukan sejenis slang kedalam dubur kita. Dari slang itu, dimasukan cairan tertentu. Dengan itu Prof. Dr. A.F. Maccioni dapat mengamati dan merekam bagian perut yang hendak diperiksanya. Dua puluh menit yang menyengsarakan!

Pemeriksaan terakhir adalah Elettro-cardiogramma. Sebuah alat monitor di pasang di bagian dada untuk mendeteksi kondisi jantung selama 24 jam. Saat petugas datang, saya baru bangun tidur siang. Sang petugas medis yang jangkung ini langsung memasang alat tanpa memberi kesempatan saya mandi dulu. Tanpa mandi lebih dari 24 jam, untuk orang Brebes adalah siksaan tersendiri, meski sedang musim dingin sekalipun.

Sesudah segala pemeriksaan yang menyiksa selesai, dokter Bilotta dengan tersenyum menyimpulkan bahwa kondisi saya secara keseluruhan baik-baik saja. Kolesterol sedikit tinggi, juga tekanan darah agak naik (gara-gara dipaksa minum cairan 8 botol, jadi naik darah!). Selebihnya dokter mengatakan OK.

Begitulah kalau sakit di negeri orang. Untuk sakit perut yang tidak terlalu jelas, harus menjalani segala pemeriksaan dan siksaan selama 3 hari penuh. Lebih baik sakit di kampung, tinggal pergi ke Puskesmas. Sakit apapun, pak Mantri akan memberi aspirin, beres. Hanya…..kalau sesudahnya pasien makin parah dan mati, itu memang resikonya!

Heri Kartono.

(Catatan: Ada satu pemeriksaan lagi: RX Stomaco Duodeno. Saya di-rekam/di-rontgen sambil meminum cairan putih. Sebelumnya saya berpuasa dahulu. Pemeriksaan ini terutama untuk mendeteksi saluran pencernaan. Hal yang paling berguna bagi saya dari keseluruhan pemeriksaan ini adalah penjelasan rinci tentang dampak2 kecelakaan yang pernah saya alami lebih 20 tahun yang lalu dan tidak pernah saya sadari!).

11 komentar:

Rosiany T.Chandra mengatakan...

Wah..kedengarannya 'menyiksa'sekaliya.Apa boleh buat,anda sudah 'disandera'disana,tak bisa kabur ya.He he...Baik juga mungkin sebelumnya anda tak tahu apa yang akan dijalani,jadi pasrah saja'dikerjain', ya bung!ha ha..yang pasti kan sekarang anda lega,boleh makan lombok lagi,keadaan yang menyiksa jika sebaliknya kan?Selamat deh..

Unknown mengatakan...

Waduh, membaca urutan pemeriksaaan, perut saya agak mules... Sesudah mulesnya hilang, yang saya kagum koq bisa-bisanya Romo merekam secara detail peristiwa-peristiwa itu sambil disengsarakan.... Hueebbaattt..
Romo yang baik, selamat sembuh.. kalau penyakit perut sudah hilang, tetap perlu perhatian. Onderdil dipakai sudah dr lahir, tidak pernah di service jelas butuh disayang-sayang juga...

Yang sehat, ya...
GBU

Lilian

Lucas Nasution mengatakan...

syukur sudah sembuh Pater - sakit dikampung juga ada bedanya - karena orang dekat dengan keluarga - sehingga ada comfort lebih banyak - saya ingat hari pertama saya di Texas University juga saya lewati di rumah sakit - sakit nya sakit anak2 : chicken pox, tapi tentu itu sakit anak2 amerika - anak bandung mah ndak pernah tahu - jadi setelah gede baru ketularan

JP Isnaryono DS mengatakan...

Mo,
Dari tulisan2 terdahulu, ini tulisan Romo paling panjang...saking ngenesnya...sakit di negeri orang!
Ikut perih hati aku membacanya...

Tapi mana mungkin di Brebes dan sekitarnya ada pemeriksaan sebagus dan seteliti itu? Gratis lagi!
Ya nahan sakit sebentar, kan jiwa raga jadi puas tau kondisi kita sampai seisi-isi perut....

Omong2, salah seorang dari si kembar cucu Romo itu juga dirawat di rs kan? Mungkin kemarin udah pulang.

Cepet sehat Mo,
biar tulisannya gak panjang2 dan luar rs...

Unknown mengatakan...

Alhamdullilah Romo Heri sudah recovered. Inilah uniknya lagi sakit juga tulisanya masih bisa berisi canda dan kadang-kadang saru lagi...hahaha. Untung ada yang mau berprofesi dokter atawa doktor ya, tukang ngongodok anu kotor hihihi...Take good care ya Romo, jangan sakit lagi. Tuhan memberkati. Amien.

Unknown mengatakan...

wakakakakakkakakakak..... adoh romo *ini tuh maksutnya crita untuk di belas kasih in ataw crita hiburan ya??* kekekekekek..

pesen edward : mangkanya romo, kalo mo berobat gratis, ya kudu begitu... pan no pain no gain toh ??? hihihihi... ^^ *piiiissss*

Anonim mengatakan...

Dari Putri Cina;
Aya, ni hao khe lien (kamu kacian skali).Saya bacanya sampe rasanya eneg juga disuruh minum 8 botol air untuk menguras perut.Saya salut sama Pastur.Puji Tuhan ternyata segalanya baik2 saja.
Toh hati juga lega sudah tau ga sakit apa2.Makanya kalo mau makan sambel pake Bapa Kami dulu ya hehehe.....Mulai sekarang jaga kesehatan baik2 ya.Semoga Tuhan selalu melindungi dan memberi kesehatan yang baik sama Pastur.

Heri Kartono mengatakan...

Siapa bilang gratis? Ongkosnya mahal pisan lho, meski cuma 3 malam. Meski kerja di Singapore, belum tentu mampu bayar hahaha....
Saya lagi mengurus penggantiannya ke asuransi; semoga aja nggak ada masalah.
Trims atas atensi untuk semuanya.
Ciao.
HK.

Unknown mengatakan...

hiahiahaihaia..... ati2 romo, sebelom ke kantor asuransi, banyak2 mengucap doa & semedi, takut2nya kalo2 gak dilolosin penggantiannya ama asuransi, karena kena razia orang jelek.. hehehe... *pissss* iya niy, kerja singapur, gak sekenceng euro yaaaaa....

triastuti mengatakan...

Romo, lagi sakit kalau dihayati ala Romo Heri kayaknya bakal cepat sembuh dan jadi tetap bisa melihat sisi-sisi humor dari 'penderitaan', trimakasih ya Mo bagi ceritanya, trimakasih Tuhan, Romo Heri baik-baik saja. Saya ikut doakan semoga klaim asuransi-nya diterima dan berjalan lancar ya Mo

Unknown mengatakan...

Dasar bakatnya menulis, waktu sakit aja masih bisa merekam & menulisnya di blog, tapi makasih buat pengalamannya Pastor, jadi ada gambaran sedikit kalau mau general check up itu bagaimana ....
Jangan sakit lagi ya Pastor ....