Minggu, 21 September 2008

Dubai


Ketua TKW

Baru kali ini saya naik pesawat Emirates. Sebetulnya menyenangkan: pesawat bagus, makanan enak, pramugari ramah hanya musti transit 3 kali. Perjalanan menjadi terlalu lama.

Di Dubai transit 4 jam lebih. Bandara Dubai memanjang dengan hiasan pohon-pohon cemara di dalam gedung, lengkap dengan lampu warna-warni. Seluruh lantai dilapisi karpet mewah. Di dalam bandara temparatur selalu sejuk karena ber-AC. Toko souvenir dan makanan tersebar dimana-mana. Supaya bisa sedikit berbelanja souvenir dan minuman, saya menukar sebagian uang Euro saya ke dirham. Lumayan juga dapat hampir 150 dirham.

Saat saya sedang melihat-lihat, ada serombongan wanita Indonesia sedang kebingungan. Mereka rupanya hendak pulang ke Indonesia namun tidak tahu di mana harus menunggu. Kemudian saya jelaskan bahwa pesawat masih 4 jam lagi, gate/ruang tunggunya belum muncul di layar. “Apa itu gate dan kenapa belum muncul pak?”, tanya mereka hampir serempak. Kemudian mereka saya ajak untuk melihat layar pengumuman keberangkatan. “Bapak kerja di kedutaan ya?”, kata salah satu dengan kagum. “Bagaimana kalau bapak kami angkat jadi ketua kami saja?”, kata yang lain. Semua bersorak-sorai setuju.

Saya mencari bangku untuk duduk tapi para TKW lebih memilih duduk di atas karpet. Kami lantas duduk melingkar dan tanpa dikomando mereka mulai berceritera satu demi satu. Dalam waktu singkat, berdatanglah para TKW yang lain dan ikut duduk bersama kami. Ada seorang TKW sudah 21 hari menjadi semacam tahanan Imigrasi. Surat-suratnya tidak lengkap. Ia dilarang keluar dari bandara dan harus kembali ke Indonesia. Nasibnya menjadi terlunta-lunta lantaran tidak ada satupun pesawat yang bersedia membawa dia kembali ke Indonesia, gratis. Seorang lain, laki-laki, juga sudah satu minggu menunggu sia-sia di bandara. Diapun diharuskan pulang. Nama yang tertulis dalam Visa, berbeda dengan namanya. Seorang TKW asal Mataram terpaksa dipulangkan karena selalu sakit-sakitan. Dia diberi tiket hanya sampai Jakarta dan sedikit uang jajan. TKW muda dan kurus ini selalu membawa plastik karena muntah terus-menerus. Ada juga beberapa TKW yang sukses, berhasil membawa uang dan emas, seperti mbak Siti dari Kaliwungu, Semarang.

Saat di dalam pesawat, para TKW ini hilir-mudik berkali-kali. Setiap kali melewati saya, dengan senyum lebar berkata: “Permisi pak!”. Sayapun terpaksa melambaikan tangan, mencoba ramah. Rupanya para pramugari mengamati dan pasti mereka mengira bahwa saya betul-betul ketua TKW. Para TKW ini kebanyakan dari udik, tidak terdidik dan amat polos. Rupanya juga mereka tidak tahu menggunakan WC secara benar, termasuk cara membuka serta menutup pintu WC. Saat transit di Singapore, salah satu WC tidak bisa digunakan lagi karena pintunya jebol, dibuka paksa TKW. Pramugari-pramugari geleng-geleng kepala sambil menatap saya, seolah-olah berkata: “Di mana tanggung-jawabmu pak ketua??”.

Heri Kartono.

Dubai, 18 Juli 2008.

9 komentar:

Rosiany T.Chandra mengatakan...

Wakakak.....kak.ha ha ha ha......gubrakkk..
Aku tertawa terbahak2 baca yg satu ini.Sepertinya layak juga ya anda sebagai ketua TKW.
Top top.....tulisan ini sangat bagus,kocak,menggelitik sekaligus juga membuka pintu keharuan/kepedulian.Aku suka banget!

Sian

Heri Kartono mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
kicauanburung mengatakan...

supriseee....... top markotopp dehh.
hehhe kebayang deh kaya pak Tino Sidin lagi dikelilingin anak2. wakakkaka... Gitu dong kanjeng romo, khan bisa keluar dikit dari 'pakem', ngga dilarang koq.....top markotopp.

Heri Kartono mengatakan...

Itu namanya mengikuti hati nurani. Aku sempat membantu dua di antaranya keluar dari "jalur khusus TKW" di Cengkareng; menukarkan uang dolar dan bantu membeli tiket ke Mataram dan Semarang. Akibatnya, aku musti pulang ke Bandung tengah malam. Untung masih ada travel terakhir hehehe...
HK.

Anonim mengatakan...

wah...wah... punya profesi baru ya.. lumayan juga tuh, keliatannya cocok deh!!!
Bravo pater.

sani

Heri Kartono mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Anonim mengatakan...

Rama... wah menarik banget tulisannya. Saya baru hari ini secara tak sengaja menemukan Blog ini.
Kasian ya, para TKW itu. Saya kalau dari Belanda, kadang naik MAS,lalu ketika ada beberapa TKW,petugas di Cengkareng sering bersikap nggak sopan kepada mereka.
Seorang teman, pernah melihat kejadian tak menyenangkan yang menimpa para TKW.
Ketika sampai dipetugas imigrasi, teman saya berkata, "Kenapa, bapak bersikap tidak sopan kepada para TKW...?Sangat disayangkan, petugas imigrasi di negara sendiri menyambut mereka dengan pelecehan seperti itu."

Heri Kartono mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
ublik mengatakan...

astaga..kasihan sekali mereka :( menyedihkan melihat kualitas orang Indonesia, pasti korban dari orang Indonesia juga.
Karena itu pendidikan di Indonesia harus ditingkatkan!!
(*Lho, kok jadi marah-marah sih?)
Terima kasih Romo Heri, sudah semakin membangkitkan semangat saya untuk jadi guru yang lebih baik lagi :D