Senin, 19 Juli 2010

Christina Trisnawati


DICINTAI GURU

Pada hari Jumat (16 Juli 2010) sekitar jam 14.15, Christina Trisnawati dipanggil Tuhan. Sebelumnya, selama beberapa hari, ia dirawat di Ruang ICU Rumah Sakit Gunung Jati, Cirebon. Trisnawati dikebumikan di pekuburan Kristen Sunyaragi. Makamnya berdampingan dengan adik bungsunya yang meninggal saat dilahirkan.

Christina Trisnawati atau mbak Tris adalah kakak saya yang kedua. Kami delapan bersaudara. Sejak suaminya, Johanes Ruslan, meninggal dunia (17 Agustus 1999) keseimbangan mbak Tris sering terganggu. Semangat hidupnya merosot tajam dan sering kejang-kejang hingga menjelang kematiannya kemarin.

Mbak Tris adalah seorang kakak yang sederhana. Di antara kami, dialah yang paling pandai berceritera. Ia tidak hanya pandai berceritera namun juga menirukan dengan persis orang yang diceriterakannya. Ceriteranya selalu mengundang tawa kami.

Keahlian mbak Tris yang paling menyolok adalah memasak. Saya paling suka masakan mbak Tris. Waktu saya beberapa bulan tinggal di paroki Cirebon, saya sering datang ke rumahnya khusus untuk makan. Sayur Lodeh, sambal terasi dan udang goreng buatan mbak Tris, untuk saya, tak ada duanya. Oya, mbak Tris tidak suka makan daging. Sejak kecil ia tak pernah makan daging apapun. Namun ia bisa memasak daging apa saja dengan enak tanpa dia mencicipinya. (Saya pernah sengaja membeli roti yang berisi daging ayam di dalamnya. Saya berikan ke mbak Tris. Sesudah dimakan beberapa gigitan, mbak Tris berhenti dan tidak meneruskan memakannya. Kami semua tertawa namun mbak Tris hanya senyum-senyum saja, tanpa komentar apapun!)

Waktu remaja, mbak Tris sangat suka olah raga. Ia menjadi andalan SMP Santo Thomas (Ciledug-Cirebon) dalam lomba Balap Sepeda dan Bola Volley. Di Sekolah, mbak Tris sangat dicintai guru-gurunya. Mbak Tris begitu dicintai guru-guru sampai dua kali harus tinggal kelas!

Dalam soal pelajaran, mbak Tris memang serba pas-pasan. Cara berfikirnyapun sederhana. Namun dalam soal iman, ia memiliki keyakinan kuat. Ia juga selalu berdoa secara teratur. Setiap jam 6.00 sore ia selalu masuk kamar untuk berdoa Angelus dan Rosario. Biasanya ia tidak mau diganggu pada jam tersebut. Selain itu, kesetiaan kepada suaminya luar biasa. Bertahun-tahun ia melayani suaminya dengan rajin: bangun pagi-pagi, menyediakan makanan, menemani makan dan kalau suami sudah berangkat ke kantor, ia mengurus rumah, anak-anak dan menyiapkan makan siang. Itulah dunianya dari hari ke hari.

Salah satu sifat yang patut dipuji dari mbak Tris adalah kejujurannya. Dalam soal ini, suaminya juga sama. Tidak heran bahwa suaminya selalu dipercaya mengurus keuangan di kantornya, PJKA hingga ajalnya.

Kini mbak Tris telah pergi. Kami yakin mbak Tris telah bahagia bersama bapa di Surga dan juga bersama mas Rus, suami yang amat dicintainya. Selamat jalan mbak Tris, Heri akan kehilangan sayur lodehnya!! (Terima kasih untuk Bu Rosiany T.Chandra atas fotonya)

Heri Kartono, OSC

5 komentar:

georgiemita mengatakan...

Rm Heri, saya turut berduka atas berpulangnya Tante Tris,cerita yg indah tentang beliau...kenangan yg tak akan terlupakan, walaupun saya belum pernah bertemu tetapi saya dpt membayangkan betapa alm. Tante Tris memiliki kepribadian yg jujur, humoris, tekun dan apa adanya, Selamat Jalan Tante Tris...Semoga damai abadi bersama Bapa di surga,amin.

Anonim mengatakan...

Wah mengharukan, bagus Ter, sederhana tapi menyentuh, oh ya apakah Engkau bisa menambahkan cerita ttg daging ayam yg diberi kemaren ini tea mbak tres ga tau tapi akhirnya tau tea, lucu itu ceritanya hehehe.
Riro

isnar@unpar.or.id mengatakan...

Ya Mo, saya juga beberapa kali mampir dan selalu "harus" makan. Tidak bisa tidak. Awalnya agak terpaksa, tapi biasanya kami justru nambah. Saking nikmatnya masakan Mbak Tris itu.

Sayang sekali saat meninggal, saya tidak sempat melayat ke Cirebon. Rancana mau berangkat Sabtu, tapi pekerjaan tidak bisa selesai pada waktu yang telah direncanakan. Mohon maaf ya Mo...

Saya turut berbelasungkawa yang amat dalam. Pastilah Mbak Tris sudah berbahagia di sisi Bapanya di surga. Amin.

triastuti mengatakan...

Luar biasa, Rm Heri membuat saya merasa bingung mau tertawa atau mau menangis saat membaca sebuah memoir untuk orang tersayang. Ternyata cenderung yg pertama. Dalam keadaan berduka, kreativitas dan kepekaan hati Rm Heri tetap tajam. Dalam keadaan perlu dihibur, justru Romo menghibur orang lain. Saya sangat salut bhw melalui tulisan ini Romo Heri menyatakan cintanya yang tak terukur kepada kakak tercinta sekaligus iman Romo Heri kepada Tuhan yang tidak terbantahkan lagi..! Selamat bahagia di rumah Bapa ya Ibu Tris, dan selamat membahagiakan sesama penghuni Surga

Rosiany T.Chandra mengatakan...

Saya mau katakan disini kepada Mbak, bahwa Mbak telah menginpirasiku utk lebih sering masak utk keluarga.
Satu lagi yg mau saya sampaikan adalah mbak layak mendapat penghargaan dari Bapa di surga atas apa yang sudah Mbak berikan kepada seluruh keluarga dengan hati yang tulus ikhlas, termasuk memasak sayur lodeh, udang goreng plus sambel terasi dengan bumbu cinta itu!