Minggu, 20 Desember 2009

Keraton Kanoman



BUKAN SRI SULTAN ATAU WALIKOTA!

Pada 1 Muharam 1431 H atau 18 Desember 2009, saya diundang menghadiri acara pembacaan babad Cirebon di keraton Kanoman. Keraton Kanoman terletak agak tersembunyi, tertutup pasar yang memang berada persis di depan Keraton. Kanoman sendiri didirikan pada tahun 1588. Hal ini tercatat pada prasasti di pintu Pendopo Jinem. Pendiri Kanoman adalah Sultan Badridin atau biasa disebut Sultan Kanoman I. Badridin adalah turunan ke VII dari Sunan Gunung Jati atau Syarief Hidayatullah.

Acara Pembacaan babad yang dikaitkan dengan acara ulang tahun kota Cirebon yang ke 640 ini dihadiri antara lain oleh Walikota Cirebon Subardi S.Pd, Ketua DPRD Cirebon dan sejumlah petinggi kota Cirebon. Sri Sultan dan para tamu penting duduk di Witana, tempat pembacaan Babad Cirebon. Witana berasal dari kata awit dan ana yang berarti yang pertama ada. Disebut demikian karena Witana adalah bangunan pertama yang didirikan di kota Cirebon.

Acara dibuka oleh Sultan Kanoman XII, yaitu Sultan Raja Moch.Emirudin. Sultan yang konon mengidap sakit polio sejak kecil ini memberi sambutan amat pendek. Sesudahnya Walikota juga memberikan sambutannya. Selanjutnya pembacaan babad Cirebon dilakukan oleh Pangeran Kumisi Kesultanan Kanoman diiringi Panca Pitu (tujuh pengiring berjubah dan bersorban) dan sepuluh pria berpakaian gelap dan berblankon. Adapun babad Cirebon dibacakan dalam bahasa Cirebonan.

Selesai pembacaan babad Cirebon, acara dilanjutkan dengan arak-arakan. Sri Sultan Kanoman XII menaiki kereta Singa Barong yang diangkat puluhan ponggawa. Di barisan paling depan adalah para pengawal dengan pakaian serba hitam. Sebagian pengawal membawa tameng dan pedang terhunus, sebagian lagi membawa obor menyala. Sementara rakyat jelata mengikuti dengan tertib dari belakang. Prosesi dilakukan di sekitar jalan Kanoman.

Sebelum acara prosesi berlangsung, ada kesempatan untuk saling bersalaman. Para pengunjung berebut untuk menyalami orang-orang penting. Rupanya, yang menarik perhatian orang, khususnya para ibu, bukanlah Sri Sultan atau pak Walikota, melainkan Komar. Nurul Komar, pelawak berbadan mungil memang hadir selaku anggota DPR Komisi X. Komar yang konon mempunyai 4 istri resmi dan beberapa istri siri ini sibuk membalas salam para ibu. Nampaknya Komar memang memiliki kharisma khusus untuk para ibu…

Heri Kartono. (Foto: Sri Sultan Kanoman bersama Komar)

4 komentar:

Rosiany T.Chandra mengatakan...

Babad Cirebon apa ya tuh?Surat prasasi kota Cirebon kah?Atau surat agamis umat muslim?Makasih Romo

triastuti mengatakan...

wah, tulisan mengenai budaya kaya negri kita dari Cirebon yg unik, kaya, dan berharga ini ternyata ditutup dg gaya khas Rm Heri, yaitu...ada lawaknya..! hahhaha...demen saya Mo, kok terus ada babad Komar-nya itu yang mak nyoss...hihihi

isnar@unpar.or.id mengatakan...

Babad Cirebon ditulis dengan bahasa apa Mo? Bahasa Cirebonan atau Jawa atau Sunda? dan ditulis dengan huruf apa?
Kliatannya seperti kitab suci, dibacakan tiap 1 suro, keramat sekali...

Lucas Nasution mengatakan...

urul Komar, pelawak berbadan mungil memang hadir selaku anggota DPR Komisi X. Komar yang konon mempunyai 4 istri resmi dan beberapa istri siri

"4 istri resmi dan beberapa istri siri" mestinya kali ini ia tidak sedang melawak...