Sabtu, 07 Februari 2009

Yusuf Daud


MY DREAM COMES TRUE!

“Kenapa hanya orang Katolik saja mempelajari Islam? Orang Islam juga perlu belajar tentang agama Katolik!”, ujar Yusuf Daud. Selama satu semester, Yusuf mendapat kesempatan mengenal seluk-beluk agama Katolik. Tak tanggung-tanggung, ia belajar di tiga Universitas ternama sekaligus: Universitas Gregoriana, Angelicum dan Pisai. Bapak tiga anak ini tidak hanya studi namun juga getol bergaul dengan para rohaniwan/wati Indonesia yang ada di kota Roma. “Saya selalu hadir pada misa dan pertemuan rutin para pastor, bruder dan suster Indonesia”, papar aktivis Myskatul Anwar, Padepokan Toha, Jakarta Selatan ini.

Yusuf, seorang muslim yang taat, mendapat bea-siswa dari Nostra Aetate, suatu lembaga di bawah naungan Vatikan. Yusuf memang mengenal banyak kalangan Katolik lewat kegiatannya dalam Interfaith Dialog. Baginya, lima bulan mempelajari seluk-beluk agama Katolik serta bergaul dengan kalangan rohaniwan, amat mengesankannya.  “Luar biasa. Pemahaman saya tentang agama Katolik menjadi sangat baik, sangat positif. Saya ingin rekan-rekan yang lain, khususnya dari kalangan garis keras, juga mendapat kesempatan yang sama!”, jelas Yusuf bersemangat. Diakuinya, beberapa kesalah-fahaman pandangan, misalnya soal Trinitas, kini menjadi jelas baginya.

Salah satu keinginannya selama tinggal di Roma adalah bertemu Sri Paus. Kesempatan itu akhirnya datang juga. Pada suatu audiensi umum (04/02/09), Yusuf mendapat tempat terbaik, paling depan. Karenanya ia sempat bersalaman, bahkan mencium tangan Paus. Ia juga sempat memperkenalkan dirinya pada Paus selama beberapa saat. Tentang pertemuannya tersebut, Yusuf berkomentar: “My dream comes true!”, ujarnya bahagia.

Yusuf mengaku senang tinggal di Roma. Namun ia harus kembali ke Indonesia karena tugasnya telah selesai. “Bagaimanapun saya harus pulang. Saya sudah rindu Sayur Lodeh dengan sambal terasi buatan istri saya……!”, ujar pria ramah ini. (Foto: Yusuf Daud diapit P.Glen Lewandowski OSC dan P. C.Budiman OSC).

Heri Kartono (dimuat di majalah HIDUP edisi 15 Maret 2009).

11 komentar:

Unknown mengatakan...

Yah, acungan jempol untuk Yusup Daud... Tentu kerendahan hati dan rasa mau tahu yang murni yang membuatnya mau belajar mengenai agama lain dari agama yang dianutnya.

Terima kasih Romo untuk cerita-cerita seperti ini yang semakin memperkaya dan menyadarkan betapa kita manusia-manusia yang bertemu dalam satu waktu yang sama di dunia ini seharusnya memberi hal yang lebih baik untuk generasi berikutnya.

Sr. Monique mengatakan...

Romo Heri,

Menarik sekali membaca tulisan tentang Bp.Yusup Daud.
Semoga apa yang di-share-kan Bp. Yusup benar-benar sesuai dengan apa yang dirasakan dan dipikir-kan.
Kalau 25% orang Islam berpendapat seperti Bp.Yusup, pasti tidak ada lagi perselisihan antar umat beragama secara khusus Islam dan Kristen. Semoga impian dunia akan persatuan umat beragama segera terwujud.
Bp. Yusup Daud terima kasih untuk share-nya.

JP Isnaryono DS mengatakan...

Mo, aku trenyuh banget baca tulisan Romo yang ini. Gila banget, ternyata ada orang beragama islam mau belajar katolik. Kita orang katolik memang sudah tidak aneh belajar islamologi, bahkan sudah masuk kurikulum wajib, juga belajar bhs arab. Tapi baru kali ini mendengar yang sebaliknya. Belum lagi mendengar asal beasiswanya “Nostra Aetate”! Aduh... yang lain bisa pingsan duluan.

Bener kata Mas Yusuf Daud, semoga rekan2 yang lain mengikuti jejaknya. Semoga di masa depan, dunia ini lebih ramah kita tinggali bersama-sama.

salam

Unknown mengatakan...

Benar kata pepatah, tak kenal maka tak sayang. Kitapun perlu mempelajari lebih dalam produk-produk IB (Islamic Banking)yang sekarang sedang marak. Barangkali memang ada yang bagus dan cocok hehe.. Seperti Dennis tuh..belajar di Rusia. Bravo untuk semua!

Anonim mengatakan...

Menarik kalau dilengkapi juga dengan cerita tentang Beasiswa itu dan bagaimana mendapatkannya. Siapa saja orang Indonesia yang telah mendapatkannya dan apakah berhasil memperlebar cakrawala orang itu dalam dialog antar iman?

Terima kasih atas tulisan menarik ini.

Salam,
Cosmas

Lucas Nasution mengatakan...

IMHO kira saya di IAIN sudah ada kurikulum berjudul : study perbandingan agama - memang tujuan study berbeda. Tapi ttg orang muslim belajar katolik di Roma memang baru kali saya dengar. entah bagaimana nasib dia setelah kembali ke tanah air - semoga damai sejahtera bersama dia.
Dari sisi sini - kiranya pelajaran ttg agama katolik yang paling top adalah belajar dari bagaimana orang katolik beriman dalam praksis - dan untuk itu jangan pergi ke Roma malah, tetapi lihat saja bagaimana kita hidup sehari2 - dan semoga ia tidak kecewa...
terima kasih - ini ide untuk blog saya

Unknown mengatakan...

Orang - orang seperti Bapak Yusup Daud ini yang patut ditiru, mau mempelajari agama yang lain bukan untuk mencari perbedaan tapi untuk menambah wawasan. Selamat buat Bapak Yusup Daud ....

Pepe Petto mengatakan...

Mugkin om, ga banyak orang Muslim Indonesia yang kaya mas Yusup Daud. Tapi ga banyak juga kok orang Katolik Indonesia yang tau banyak tentang Islam...kurang dialog emang..maksudnya kurang sering ada dialog...

Salam buat Christina om...manis juga...hihihi...just kidding!

Lucas Nasution mengatakan...

waktu saya muda dulu (hehe, thn 1998 to be exact) pernah mengadakan seminar (waktu itu saya pemuda katolik di paroki kamuning bandung) untuk awam di bandung ttg islamologi - saya panggungkan : romo geise, romo yan, romo hofstede, plus 1 orang kyai.
misi :
orang katolik perlu tahu iman tetangganya, ttg nostra aetate

seminar yang menarik !

entah apa pernah ada lagi seminar serupa di Bandung

Unknown mengatakan...

Rama Heri, tulisan yang bagus tentang mas Yusup Daud. Sikap mas Yusup menunjukkan bahwa ia seorang yang sangat Islami. Dan saya juga boleh mengatakan bahwa mas Yusup sangat kristiani walau ia bukan seorang kristen. Itulah ciri orang yang mampu menghayati agamanya dengan tepat maka ia akan menjadi berkat dan inspirasi bagi siapapun juga.

Unknown mengatakan...

Siapa yang ditunjuki Allah takkan tersesat, siapa yang disesatkan Allah takkan mendapat petunjuk-Nya. Semoga Mad Yusuf Daud tetap dalam petunjuk-Nya, bahkan dapat menyadarkan siapa yang tersesat.