Minggu, 27 September 2009

Veronica D.



DIPERTEMUKAN BURUNG-BURUNG

Salah satu tugas sampingan di Roma adalah mengantar tamu, khususnya dari Indonesia. Kedatangan tamu kerap kali memberi kesegaran tersendiri.

Tamu terakhir yang datang adalah Veronica atau biasa dipanggil Veron. Wanita yang mengaku mirip Dewi Sandra ini seorang Sarjana Hukum, lulusan Undip. Ia bekerja di Bank BCA. Ia kerap berceritera tentang pekerjaannya dengan antusias. Veron memang menyukai pekerjaannya dan orang-orang yang bekerja dengannya. Ia selalu datang ke tempat kerja lebih awal dan pulang melebihi jadwal resmi. Kecintaan serta loyalitasnya pada perusahaan pantas diacungi jempol.

Selama dua minggu, Veron berkeliling Italia: Roma, Milano, Florence, Venice, Assisi, Pavia, Vignanello, Foligno dan Fara Sabina. Selama dua minggu itu ia menikmati perjalanan dengan kereta super cepat seperti Euro Star, tapi juga dengan Kereta Lokal, Bus Kota, Trem dan Metro (Kereta Bawah Tanah). “Saya senang sekali bisa mencoba banyak hal”, tuturnya polos.

Saat berada di lapangan Santo Petrus, Vatikan, ia amat gembira. Pasalnya, burung-burung merpati datang berbondong-bondong mengerubutinya tanpa sedikitpun rasa takut. Ada yang hinggap di tangan, pundak bahkan kepala. Sebagian besar berebut beras yang ditaburkan-nya. Ia memang membawa beras yang disiapkan dari tempatnya menginap. Pengalaman ini tak pernah ia jumpai di Indonesia, apalagi di Bojongloa, kampung halamannya.

Beberapa turis datang dan ikut memotretnya. Sebagian lagi malah meminta beras dan ikut bergabung bersama burung-burung. Sesudah beberapa saat, Veron dan turis-turis itupun saling bertegur-sapa. Rupanya mereka adalah orang-orang Yahudi dari Israel. Saat berkenalan, Veron tak bisa menyembunyikan kekagetannya: “Israel?”, teriaknya spontan. Seumur-umur ia tak pernah bermimpi akan berjumpa orang Yahudi, selain dalam Injil. Rupanya yang terkejut tidak hanya Veron tapi juga para turis itu. Dengan teriakan yang sama kerasnya, mereka berseru: “Indonesia?”. Bagi mereka, nama Indonesia identik dengan teroris atau sekurangnya bangsa yang amat anti Yahudi, bukan perempuan manis yang ramah. Sesudahnya mereka saling bersalaman hangat sambil tertawa-tawa. Mereka tertawa-tawa bukan karena obrolan lucu atau menarik, melainkan karena mereka tidak saling mengerti satu sama lain. Maklum, Veron hanya mahir berbahasa Sunda, selain bahasa Indonesia.

Yang jelas, burung-burung merpati telah mempertemukan orang Indonesia dan Yahudi secara damai di pelataran Santo Petrus…….

Heri Kartono. (dimuat di majalah KOMUNIKASI edisi Nopember 2009).

Minggu, 20 September 2009

Marina Bianchin


ISTRI ISTIMEWA

Saya mengenal Marina dan Mirko pada bulan Juli 1987 atau lebih duapuluh tahun yang lalu. Saat itu saya bekerja selama satu bulan di RSU Bassano del Grappa, Italia Utara. Mereka juga bekerja di Rumah Sakit yang sama: Marina sebagai perawat sementara Mirko pengemudi Ambulans. Mereka masih pacaran.

Tanggal 3 Oktober 1987, Marina menikah dengan Mirko. Sesudahnya mereka berbulan madu ke Indonesia. Sebenarnya mereka tergolong nekad karena keduanya tidak mengerti bahasa lain kecuali Italia. Marina masih lumayan, sedikit mengerti bahasa Inggris meski terpatah-patah. Selama satu bulan penuh, mereka berkeliling Jawa, Bali dan Sulawesi. Tak ketinggalan, mereka juga sengaja mampir ke Brebes, menengok orang tua saya.

Ada dua pengalaman yang mengesankan. Pertama adalah saat mereka naik pesawat dari Denpasar ke Ujung Pandang. Pada waktu boarding, Mirko melihat pintu cockpit terbuka lebar. Mirko berdiri di depan pintu selama beberapa saat. Ia memandang dengan kagum peralatan yang begitu rumit. Pilot dan co-pilot terlihat sedang bersiap-siap, mengecek peralatan satu demi satu.

Sesudah take-off beberapa menit, seorang pramugari mendekati Mirko. Pramugari berusaha menjelaskan sesuatu namun Mirko tidak mengerti. Marinapun mencoba membantu. Nampaknya pilot memanggil Mirko. “Apa yang kamu lakukan tadi?”, tanya Marina cemas. Mirko mengangkat bahu, merasa tidak melakukan kesalahan apapun juga. Mirko mengikuti pramugari dan tak pernah kembali selama perjalanan. Tentu saja Marina kebingungan. Ia bertanya pada setiap pramugari yang lewat namun semuanya hanya senyum-senyum tanpa memberi jawaban yang jelas.

Sesudah pesawat mendarat, Mirko muncul sambil cengar-cengir gembira. Rupanya, pak Pilot yang baik hati itu mengundang Mirko untuk duduk di dalam cockpit selama perjalanan…..

Di Ujungpandang Marina memiliki pengalaman lain yang tak terlupakan. Mereka bertemu seorang laki-laki ramah, berusia sekitar 40 tahun. Lelaki ini menawarkan diri untuk mengantar-antar. Marina dan Mirko menyambutnya dengan gembira. Pada beberapa tempat yang indah, mereka berfoto bersama. Tak ketinggalan, lelaki ini juga selalu minta ikut difoto. Setiap kali berfoto, tangannya memeluk Marina. Bagi Marina, orang Italia, hal ini tentu saja tidak menjadi masalah. Ia menganggapnya sebagai tanda keakraban. Hanya, ia memang sedikit heran. Karena, makin sering difoto, lelaki itu makin erat memeluknya.

Suatu saat, ketika Mirko berdiri agak jauh, lelaki nekad ini bertanya: “Mau jadi istri saya?”. Tentu saja Marina terkejut sekali mendapat pertanyaan tersebut. Dengan sabar Marina menjelaskan, sambil menunjuk Mirko, bahwa ia sudah bersuami. Dengan tenang pula laki-laki tak tahu malu ini berkata, bahwa itu bisa diatur. “Saya juga sudah punya 2 istri. Asal kamu mau, kamu akan saya jadikan istri yang ketiga. Saya berjanji kamu akan menjadi istri saya yang istimewa…….!”

Heri Kartono.

Jumat, 04 September 2009

Rob Stigter OSC





ANTARA GUNUNG DAN ANJING!

Pastor Robert Stigter OSC adalah sosok yang gemar naik gunung. Dimanapun dia bertugas, pasti akan menyempatkan diri untuk mendaki gunung, bersama orang lain atau sendirian. Gunung Ciremai, Tampomas, Merbabu, Sumbing dan Sindoro pernah ia taklukkan. Bahkan Gunung Ciremai pernah beberapa kali ia daki, maklum dekat dari Cirebon, tempatnya berkarya di masa lalu.

Saat bertugas di Kongo, Afrika, ia tidak hanya merambah gunung tapi juga mulai gemar berjalan kaki menerabas hutan belantara. Sebagai pendaki gunung yang handal, Rob memiliki stamina yang amat baik. Glen Lewandowski, pimpinan kami, pernah diajak berjalan kaki melewati hutan dan ladang (awal 2009). Lebih dari 8 jam mereka berjalan kaki. Sesudahnya Glen mengatakan “kapok” karena kelelahan luar biasa, sementara Rob tetap bersemangat.

Saya sendiri pernah mengalami hal yang mirip. Waktu itu, bersama kawan saya romo Kushardjono dan romo Sukarna ikut naik gunung di perbatasan Austria dan Jerman (1988). Semua barang dibawa oleh pastor Rob dalam ransel besar, digendong di punggungnya. Kami yang jauh lebih muda tidak membawa apapun juga. Setelah setengah hari berjalan, kami semua kelelahan setengah mati dan nyaris menyerah. Sementara itu, Rob dengan bebannya tetap segar bugar. Semula kami merasa gengsi untuk mengatakan lelah. Namun, akhirnya kami menyerah juga, minta istirahat dengan alasan ingin menikmati panorama yang bagus……

Selain gemar naik gunung, Rob dikenal sebagai pencinta binatang. Nampaknya binatangpun, terutama anjing dan kucing, amat mencintainya. Saat di Kongo, Rob memiliki 6 ekor anjing dan beberapa ekor kucing. Konon, Rob sering memilih tidur di kursi malas lantaran tempat tidurnya sudah “dikuasai” lebih dahulu oleh anjing-anjing dan kucingnya..

Rob Stigter, kelahiran Belanda, 70 tahun yang lalu, pernah bertugas di banyak tempat: Indonesia, Amerika Serikat, Roma-Italia dan Kongo, Afrika. Karenanya, tidak heran bahwa ia menguasai pelbagai bahasa dengan fasihnya: bahasa Belanda, Inggris, Italia, Perancis, Indonesia dan tentu saja bahasa Cirebon….Kini, setelah 17 tahun bekerja di Kongo (1991-2009), ia memilih kembali ke Indonesia. Ia memang tercatat sebagai Warga Negara Indonesia.

Dalam usianya yang tidak muda lagi, Rob amat antusias untuk memulai tugasnya yang baru di paroki Pandu, Bandung. Saat ditanya soal hobi naik gunungnya itu, Rob menjawab ringan: “Yah…sekarang mendaki bukit-bukit sajalah, sesuai usia!”. Rob Stigter memang pendaki gunung sejati, namun ia juga tahu benar keterbatasannya sebagaimana ia juga tahu keterbatasan hidup. (Foto: Pst.Rob dengan anjing, dari Rosiany).

Heri Kartono.