SIMBOLIK DAN ELEGAN
Dengan iringan musik gamelan, Claudia Manzella tanpa canggung menarikan tari Merak. Para penontonpun bertepuk riuh saat Claudia menyelesaikan tarian dengan apiknya. Bagi Claudia, tarian adalah hobi sekaligus dunianya. Gadis kelahiran Sicilia Itali ini sudah menari sejak usia 4 tahun. Awalnya ia belajar tari ballet tapi kemudian ia mempelajari juga pelbagai tari modern dan kontemporer.
Pada tahun 2000, saat usianya 16 tahun, ia mengikuti kompetisi tari yang diselenggarakan oleh F.I.D (Federazione Italiana Danzatori) wilayah Sicilia. Ia keluar sebagai pemenang utama untuk kategori penari tunggal junior. Tahun berikutnya, ia menyabet juara satu kompetisi tari tingkat nasional.
Saat ini Claudia kuliah di jurusan Anthropologi, Universitas Sapienza, Roma. Ia mulai mengenal kesenian Indonesia saat ia mengikuti satu semester seni Jawa dibawah bimbingan Professor Giovanni Giuriati. Untuk itu, ia kerap pergi ke KBRI Vatikan untuk bermain gamelan bersama mahasiswa yang lain. Dari sanalah, gadis yang gemar menari ini mengenal juga beberapa tarian Indonesia. Selain tari Merak, ia juga pandai menarikan beberapa tarian Indonesia lainnya, khususnya tari gaya Jawa Timuran. Tesis yang sedang dibuatnya, juga berkaitan dengan kesenian Indonesia. Ia mengaku jatuh cinta pada kesenian Indonesia, khususnya tarian.
“Saya suka sekali tarian Indonesia karena sangat simbolik dan elegan”, ujar Claudia. Namun ia mengaku harus bekerja keras, karena tarian Indonesia amat berbeda dengan semua tarian yang pernah ia pelajari. Nampaknya kerja keras Claudia tidaklah sia-sia. Dalam beberapa kali pentas bersama KBRI Vatikan, penampilan Claudia selalu mendapat sambutan hangat para penonton.
Heri Kartono, OSC (dimuat di majalah HIDUP edisi 10 Mei 2009).
8 komentar:
Saya suka sekali tarian Indonesia karena sangat simbolik....
menarik bahwa si nona bule ini terarik dengan simbol2 yang kita sendiri mungkin tidak fasih lagi menafsirnya
Wah, hebat banget si Claudia ini... Kita bangga mempunyai rekan asing yang suka dan cinta budaya negeri kita. Terima kasih, Mo, atas sharing berita yang menarik ini.
Satu lagi orang asing yang mau mendalami budaya kita, terus kita sendiri gimana ?????
Cantik banget...,siapa yang motret ya?
Tambah satu lagi bule
yang mempelajari budaya ina,
saluut...
padahal orang inanya sendiri
malah rebutan kursi mpr/dpr/presiden!
Aku jadi malu....
Romo, apakah tingkat kesejahteraan suatu bangsa juga mempengaruhi tingkat apresiasi bangsa itu thd budayanya sendiri ? Di Eropa yang makmur dan maju, dimana semua kebutuhan dasar telah tercukupi, budaya bisa dipelihara dg dana dan perhatian yg lebih dari cukup. Sedangkan masyarakat di negara seperti Indonesia yang masih harus memikirkan urusan makan sehari-hari, pekerjaan yg sulit, dan tempat tinggal yg layak, urusan apresiasi budaya menjadi hal yang jauh di mata jauh di hati sehingga kita menajdi asing thd budaya kita sendiri. Apakah hipotesa saya ini benar ya ? Trimakasih Romo tulisannya yg selalu membuka wawasan saya
Nampaknya tidak mudah untuk menilai. Sekilas sepertinya memang begitu. Di negara2 dunia "ketiga" yang miskin, penghargaan terhadap kebudayaan sepertinya kurang sekali.
Tapi bangsa Romawi, juga Yunani, sejak jaman dahulu kala (saat masih sederhana), sudah mempunyai kesadaran untuk memelihara dan menghargai kebudayaannya, sampai sekarang.
Sepertinya ada kaitan juga dengan "mental bangsa" secara keseluruhan.
HK.
Y betul juga ya Romo. Bangsa Afrika yg sibuk berperang dan melawan aneka penyakit juga kayaknya masih lumayan merawat budayanya ya. Saya ingat waktu masih tinggal di Kuala Lumpur, dimana begitu banyak budaya asli Indonesia yang diklaim oleh Malaysia, dan pada saat itulah baru kita mencak-mencak dan ribut. Padahal dulu-dulu kalau nggak ada yang mengklaim ya dicuekin aja. Romo benar, mental bangsa sangat berpengaruh. Mental oh mental...
Posting Komentar