Senin, 10 November 2008

Datanglah ke Roma:



KALAU MAU BUKA-BUKAAN ATAU

BERCIUMAN BEBAS!

Banyak yang merasa kesal, geram bahkan frustrasi karena ditetapkannya Undang-undang Pornografi di negeri kita, Indonesia (30/10/08). Bali adalah salah satu daerah yang secara terang-terangan dan terhormat menentang disyahkannya Undang-undang tersebut.    

Orang yang tinggal di Roma, seperti orang Brebes ini, justru merasakan suasana yang amat lain. Bila anda jalan-jalan di kota Roma, apalagi cuaca sedang bagus, jangan kaget kalau dimana-mana anda melihat orang bermesraan. Ada yang berpelukan, berciuman atau berpangku-pangkuan. Mereka bermesraan bisa di Taman Umum, di Piazza, di atas Bus Kota, di teras rumah atau di mana saja. Umumnya memang anak-anak muda; tapi orang dewasa alias bapak-bapak juga tidak sedikit. Pergaulan dalam soal seperti itu di kota ini memang biasa. Cara berpakaian juga bebas. Dalam banyak acara RAI,  TV Nasional Italia, para selebritis hampir selalu tampil dengan dandanan super minim.

Di Roma, seperti umumnya kota-kota di negeri Barat, orang bebas berekspresi. Sejauh sesuatu dilakukan suka sama suka, undang-undang menjamin kebebasan berbuat. Bebas tidak berarti boleh melakukan tindakan semau kita. Mencolek pantat orang yang tidak kita kenal, misalnya, bisa panjang urusannya. Pelecehan seksual sekecil apapun, akan dituntut, apalagi terhadap anak di bawah umur. Kendati bebas, namun tetap ada sejumlah aturan main baik berupa undang-undang hukum maupun sopan-santun masyarakat yang tidak tertulis.

Di negeri yang bebas ini penghormatan terhadap sesama justru besar. Bila ada seorang tua masuk Bus Kota yang penuh sesak, hampir pasti orang terdekat secara spontan (dan rela) memberikan kursinya. Orang sakit dan cacat pasti akan mendapat prioritas dimanapun juga. Kasus perkosaan sangat jarang kita baca dalam koran-koran. Sebagai kota turis yang terkenal, banyak pencuri (umumnya para Gypsy pendatang) bergentayangan di kota Roma. Saya belum pernah mendengar ada pencuri yang tertangkap lantas digebuki, apalagi sampai babak belur. Bila pencuri tertangkap basah, tidak ada satupun orang yang akan memukulnya. Orang akan menyerahkannya kepada polisi atau malah membiarkannya pergi begitu saja!!

Indonesia tentu saja tidak sama dengan Roma/Italia. Orang-orang kita, bangsa kita adalah bangsa yang santun, ramah dan memiliki tata-susila yang luhur. Kita mengakuinya sebagai warisan budaya turun temurun dari nenek-moyang kita yang harus kita junjung tinggi. Hanya, terkadang saya bertanya dalam hati: “Mengapa di negeri yang santun ini justru banyak terjadi pelecehan seksual bahkan perkosaan?. Mengapa banyak bayi tak berdosa dibuang begitu saja di tempat sampah?; Mengapa juga pencuri harus dihakimi secara keji bahkan dibakar sampai mati? Bukankah ada polisi dan hakim yang bertugas untuk mengadili mereka?".  Barangkali musti mencari jawabnya pada rumput yang bergoyang....!

Heri Kartono (Foto ini diambil diam-diam di Taman Umum, sengaja tidak terlalu close-up)

 

7 komentar:

Rosiany T.Chandra mengatakan...

Topik yg sangat menarik yg memaparkan banyak kemunafikan mental bangsa kita.Tentang salah kaprah dalam bersikap baik yg sengaja maupun tak sengaja dikait2kan dgn nilai2 yg sudah melekat di mental masyarakt kita yang cenderung "labil",terkadang terbungkus sopan santun yg "artifisial"

Unknown mengatakan...

Nah itu point-nya, bangsa kita terkenal santun dan memiliki tata susila yang tinggi, tinggal kita pelihara dengan mendidik dan mengajarkan anak muda kita, a.l. dengan contoh tindakan kita yang sopan santun dan menjaga susila. DPR atau Pak Din dkk itu malah tidak sopan mengurusi apa yang terjadi di kamar tidur orang dengan UU Porno-nya. Kalau boleh buka-bukaan sih sebenarnya UU itu bukannya melarang pornografi tetapi melarang tradisi non-syariah. Tujuh hari tujuh malam saja tidak cukup kalau hanya untuk berdebat kusir mah. Jadi memang harus ada dialog itu tadi.
Btw romo, saya pribadi sih berpendapat lebih baik melihat orang-orang bermesraan, ceria, bergandengan tangan di muka umum (di jalan) daripada melihat kekerasan, bunuh2an, lempar2an batu...dsb. Tulisan di T-shirt anak saya "Make love not War" itu ada benernya juga. Cheers!

Heri Kartono mengatakan...

Trims atas komentar ibu Rosiany dan mbak Yani. Tradisi feodal yang amat kuat di masa lalu, barangkali salah satu sebab munculnya sikap munafik yang melekat hingga kini. Kita lebih puas dianggap "baik" di permukaan, meski mentalitas sesungguh-nya ancur-ancuran.

Btw, mbak Yani, melihat orang bermesraan memang menyenangkan, apalagi kalau melakukannya ya?..hahaha...
Salam,
HK.

Unknown mengatakan...

Huaahahaha....iya bener yang paling asyik kalau melakukannya (bermesraan) ya bukan cuma melihat? I wish...with the love of my life, tentunya. Tapi malu ah..kalau di jalanan Jakarta sih...tidak sopan!! hihihi...

Heri Kartono mengatakan...

Sekedar Info: Tulisan ini dimuat di Majalah KOMUNIKASI Bandung, edisi Nopember 2008.
HK.

Lucas Nasution mengatakan...

"orang-orang kita, bangsa kita adalah bangsa yang santun, ramah dan memiliki tata-susila yang luhur"

ukuran yang mestinya dijadikan acuan adalah - kebersihan. Tengoklah kota2 kita ? mana ada yang bersih ? kita tidak beranjak dari pola hidup ala kampung.

belajar dari kasus kebersihan subway kota new york [baca buku "tipping point" oleh M Galdwell
http://www.amazon.com/Tipping-Point-Little-Things-Difference/dp/product-description/0316346624
dimana kebersihan sub way membantu menurunkan angka kriminal - kira saya jika pemkot [dan siapa saja] mulai dengan kampanye kebersihan maka masyarakat kita akan jadi lebih baik

Heri Kartono mengatakan...

Terima kasih bang Lucas atas komentarnya. Masukan anda mencerminkan pengalaman serta pengetahuan anda yang luas. Saya senang membacanya.
Salam,
HK.