Selasa, 07 Desember 2010

Pengalaman Personal



TIDAK BISA SIDE B…!!

Saya termasuk sering bepergian. Ada kalanya tidak punya cukup waktu untuk menyiapkan barang-barang yang harus saya bawa. Untuk menghindari kelupaan barang, saya membuat daftar barang yang harus dibawa. Cara sederhana ini amat membantu menyiapkan barang dalam waktu singkat tanpa harus kelupaan.

Beberapa hari yang lalu saya diundang menginap di sebuah keluarga di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Saya memang sedang membantu keluarga ini menyelesaikan buku Memoir. Sore hari, sesudah mandi, saya baru sadar bahwa saya tidak membawa Celana Dalam alias CD. Padahal, CD yang sudah saya pakai, terlanjur saya campur dengan pakaian kotor, termasuk kaos kaki. Jadi, tidak mungkin CD itu dipakai lagi, meski Side B sekalipun…!

Sesudah makan malam, saya minta salah satu karyawan untuk membelikan CD. Dengan jelas saya memberi pesan: “Tolong belikan Celana Dalam nomor 40 atau 42. Kalau bisa merk Hing atau Rider!”. Si karyawan mengangguk sambil terus berlalu. Setengah jam kemudian sang karyawan membawa satu kotak kecil berisi 3 CD model kecil, mirip CD wanita. Seumur-umur saya belum pernah menggunakan model seperti itu. Ukurannya XL. Di bagian samping sebetulnya tertulis keterangan kecil XL=38. Dengan sedikit enggan, saya mencoba CD sexy itu dan ternyata memang terlalu kecil. CD tidak bisa saya gunakan, dipaksa sekalipun. Akhirnya sehari itu saya tidak memakai CD. Risi juga rasanya….(HK)

.

Kamis, 28 Oktober 2010

Banjir Jakarta




PERJUANGAN MENEMBUS JAKARTA

Jakarta sejak Senin (25/10) kacau balau karena banjir. Nggak banjir aja macet apalagi banjiir...Kemarin ada tamu Pastor Kimi CSSR, aku mengenalnya di Roma. Dia menginap di rumah keluarga Oni, salah satu umat.

Selasa sekitar jam 16.30, Kimi dijemput dari Cijantung oleh pak Satyo, sopir keluarganya pak Oni. Hari itu anak kedua pak Oni ulang tahun. Kimi diundang makan malam bersama keluarga. Sampai di UKI mobil tidak bisa bergerak, terkepung banjir dan macet. Sesudah menunggu hampir satu jam, tetap tidak ada perubahan. Kimi mulai gelisah. Kalau situasi terus seperti itu, pasti ia akan terlambat.

Akhirnya Kimi memutuskan turun dari mobil. "Bapak jalan saja, saya akan cari Taxi dari arah lain supaya tidak terlambat!", pesannya kepada pak Sopir. Kimi turun dan terus bergegas mengambil jalan pintas dan menyetop Taxi. Awalnya Taxi meluncur lumayan lancar. Saat mendekati Tol Cawang, kembali jalan macet total, tak bisa bergerak sama sekali. Sementara itu waktu terus berjalan, juga argo taxi... Ketika waktu menunjukkan hampir jam 9 malam, Kimi berfikir tak mungkin lagi ikut makan malam. Dengan berat hati ia memutuskan untuk pulang ke Pasar Minggu. Ia turun dari Taxi dan berjalan menuju stasiun Kereta Api Cawang. Tak lupa, ia memberi kabar keluarga Oni tentang situasinya dan bahwa ia sudah berada di Kereta Api untuk pulang.

Saat Kereta hampir sampai Kalibata, istri Oni (Wiwi) telpon. Wiwi mengabarkan bahwa sopir sudah terlepas dari kemacetan dan berada di sekitar Pancoran. "Romo turun saja dari Kereta dan temui sopir kami di Pancoran!", ujar Wiwi. Kimi segera turun di Kalibata kemudian dengan ojek ia pergi ke Pancoran mencari mobil yang tadi menjemputnya. Akhirnya, tepat jam 00.30 dinihari, Pastor Kimi sampai juga di rumah keluarga Oni. Sementara itu anak yang berulang tahun sudah sejak tadi terlelap tidur..... (Foto: Pst.Kimi sebelah kiri)

Heri Kartono

Selasa, 17 Agustus 2010

Heri Kartono (Peluncuran Buku: KETIKA SEMUA JALAN TELAH TERTUTUP)



DIMINTA MENEMANI NGOBROL…

“Biasanya, kalau saya membaca buku agama lain, saya merasa kurang nyaman. Tapi membaca buku ini, saya malah jatuh hati. Saya tidak merasa dipaksa atau didoktrin oleh agama Katolik………Buku ini memberi energi baru bahwa agama adalah élan (semangat) kehidupan, bukan élan kematian. Kalangan Islam, belajarlah dari orang Katolik terutama dari yang ditulis oleh Romo Heri Kartono ini”, ujar Zuhairi Misrawi pada acara peluncuran buku Ketika Semua Jalan Telah Tertutup (12/08/2010)

Acara yang diawali dengan buka puasa bersama ini berlangsung di Bentara Budaya Jakarta. Adapun pembicara dalam acara ini adalah KH. Salahuddin Wahid, adik Gus Dur, Trias Kuncahyono, Wakil Pemimpin Redaksi KOMPAS, Franciscus Welirang, pengusaha, Zuhairi Misrawi, Ketua Moderate Muslim Society, sementara Purnomo Yusgiantoro, Menteri Pertahanan RI diwakili anaknya, Dr.Lucky Yusgiantoro. Ibu Maria Pudji, salah satu yang ditulis dalam buku, tampil memberi testimoni.

Acara dipandu oleh dua moderator, yaitu Nina Kusuma, wartawan Reuter, Maria D Andriana, wartawan Antara, sedangkan Suryani Ika Sari, wartawan Majalah Tempo, bertindak sebagai MC. Turut memeriahkan acara ini adalah Koor paroki AURI asuhan Pastor Hari Susanto Pr dan Didik SSS, peniup saxophone.

Gus Solah dalam paparannya menjelaskan: “Saya pikir bagus kalau buku yang cukup menyentuh ini dibaca oleh umat Islam. Karena, walaupun menurut kita Tuhan itu berbeda, sebetulnya sama, hanya cara melihatnya saja yang beda. Kekuasaan Tuhan bagi umat Islam dan umat Kristen itu sama”, kata Gus Solah.

Putut Prabantoro, pelaksana acara, menyatakan kepuasannya atas acara ini. Putut memang beralasan. Acara ini mendapat perhatian besar media massa. Acara peluncuran buku dan buka puasa ini diliput serta diberitakan antara lain oleh KOMPAS, The Jakarta Post, Investor Daily, Warta Kota, Tribune, Pena Indonesia, Media Indonesia, Suara Pembauran, Seputar Indonesia dan Majalah HIDUP.

Pastor Anton Subianto, Propinsial OSC, adalah salah satu diantara 200 pengunjung yang hadir. Saat tiba, pastor Anton diminta panitia untuk menemani KH.Salahuddin Wahid “Pastor Heri Kartono terlambat datang karena sopir pengantarnya mengalami kecelakaan. Tolong temani dahulu Gus Solah”, bisik panitia. Ketika sedang asyik ngobrol, seorang wartawan datang menghampiri. Tanpa basa-basi, wartawan ini minta tanda tangan. Pastor Anton agak heran namun ia membubuhkan juga tanda tangan pada buku Ketika Semua Jalan Telah Tertutup. Sejurus kemudian, wartawan ini menyodorkan tape dan bertanya: “Berapa lama romo menulis buku ini?”. Mendengar pertanyaan tersebut, pastor Anton-pun menjawab sambil tersenyum: “Mbak, saya bukan penulisnya. Saya cuma diminta menemani ngobrol Gus Solah!!”. Sang wartawanpun berlalu dengan tersipu malu.

Heri Kartono, OSC

NB:

1. Menurut kabar dari pak Andre (bagian pemasaran OBOR), stok buku di gudang sudah habis pada tanggal 19 Agustus 2010). Meski demikian persedian di toko masih tersedia.

2. Pertengahan Oktober, buku ini dicetak ulang. Tanggal 20 Oktober 2010 pak Andre Silalahi dari OBOR mengirim 5 buku tanda bukti cetakan yang kedua. Terima kasih pak Andre!

3. Berita tentang acara Launching buku Ketika Semua Jalan Telah Tertutup dapat diakses di beberapa situs di bawah ini:

http://penaindonesia.net/2010/08/tokoh-tokoh-muslim-mengapresiasi-buku-%E2%80%98ketika-semua-jalan-telah-tertutup%E2%80%99-karya-seorang-pastor/

http://oase.kompas.com/read/2010/08/12/14351019/Memetik.Inspirasi.dari.Pergulatan.Hidup

http://www.wartakota.co.id/detil/berita/28623/Ketika-Gelap-Selalu-Ada-Jalan

http://bataviase.co.id/node/340600

http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=22987

http://reformata.com/04635-hidup-sebuah-proses-adaptasi.html

http://epaper.suarapembaruan.com/default.aspx?iid=39451&startpage=page0000006

Senin, 26 Juli 2010

Pastor Daerah


TIDUR DI LANTAI HOTEL BERBINTANG

Ini kisah yang mengharukan dari seorang pastor. Sebut saja namanya pastor John. Pastor ini berasal dari sebuah kampung kecil di sebuah pulau nun jauh di timor sana. Sebelum dan sesudah menjadi pastor, dia tidak pernah tidur di hotel, apalagi hotel berbintang.

Suatu hari, pastor John ini diundang memberi ceramah di sebuah kota besar. Untuk menghargai sang pastor, panitia menempatkan pastor di Novotel, sebuah hotel bergengsi. Hotel ini masih tergolong baru. Fasilitas di hotel tersebut amat baik dan masih kinclong-kinclong karena belum banyak digunakan. Pastor John terkagum-kagum melihat hotel yang amat bagus itu.

Keesokan harinya, saat pastor John dijemput, terlihat wajahnya masam, tanpa senyum sedikitpun. Dengan sedikit was-was sang penjemput bertanya: “Bagaimana pastor, bisa tidur nyenyak?”. Masih dengan wajah kecut, pastor John menjawab: “Hotelnya payah. Listrik tidak nyala. Televisi dan AC juga tidak berfungsi. Karena udara sangat panas, akhirnya saya tidur di lantai tanpa baju…!”, jawab pastor John dengan nada kurang senang. Tentu saja sang penjemput kaget bukan kepalang. Akhirnya, sesudah diusut ke pihak hotel, ketahuan penyebabnya. Pastor John yang tidak pernah tidur di hotel besar ini tidak tahu bahwa “kartu Chip” yang diberikan pihak hotel seharusnya dimasukan ke lobang yang tersedia. Karena kartu tidak dimasukan, maka semua listrik dan fasilitas yang lain juga tidak berfungsi. Sang penjemput hampir tertawa terpingkal-pingkal. Untunglah ia segera sadar bahwa pastor yang dihormatinya ini masih berdiri di hadapannya dengan wajah yang amat kecut!!

Heri Kartono.

Sabtu, 24 Juli 2010

Dr.Lukas Yohandoyo


PENCINTA BOLA YANG SOSIAL

Saat menyaksikan Piala Dunia, Lukas Yohandoyo teringat kembali akan pengalamannya di dunia sepak bola. Ia pernah mendirikan Sekolah Sepak Bola remaja di kotanya, Malang. Prestasi terbaik anak-anak asuhannya adalah ketika berhasil menyabet gelar juara PSSI Yunior (1998).

Pak Yo, panggilan akrab pria ramah ini, menyukai sepak bola sejak ia masih remaja. Saat duduk di bangku SMA, Yo mendirikan klub V3 (Veni Vidi Vici) bersama rekan-rekannya. Kecintaannya terhadap bola dibawanya terus hingga kini.

Sehari-hari Yohandoyo adalah seorang dokter medis. Setelah lulus dokter dari fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya (1965) Yo ditempatkan di Rumah Sakit dr.Saiful Anwar (RSSA) Malang. Yo bertugas di Rumah Sakit ini hingga pensiun (1998). Meski bekerja di Rumah Sakit, Yo tetap tak mau melepaskan diri dari kegemarannya di bidang olah raga, khususnya Sepak Bola. Saat ia menjabat sebagai direktur bagian Pavilyun RSSA, Yo mendirikan klub sepak bola. “Semua pemainnya adalah pegawai RSSA. Dan ini merupakan satu-satunya Rumah Sakit di Indonesia yang memiliki klub Sepak Bola!”, ujar dokter yang pernah mendapat pendidikan tambahan Kedokteran Olahraga ini.

Di kota Malang, tempat tinggalnya, nama Yohandoyo populer di kalangan pencinta sepak bola. Tidak heran bahwa ia pernah diminta menjadi pengurus PERSEMA (Persatuan Sepak Bola Malang). Selama 8 tahun ia duduk sebagai Ketua Harian dan Team Manager. Di bawah asuhannya, PERSEMA naik tingkat dari grup klassemen divisi I ke divisi utama. Selama 8 tahun itu ia kerap berkeliling Indonesia mendampingi tim asuhannya mengikuti pelbagai turnamen. Yo pernah juga menyelenggarakan “Kursus Wasit dan Pelatih Sepak Bola”, suatu kegiatan yang jarang diadakan.

Kepedulian Terhadap Anak Miskin

Di luar hobi bolanya, Yo dikenal juga sebagai tokoh sosial. Perhatiannya terhadap orang yang tak mampu memang amat besar. Awalnya, di sekitar tempat tinggalnya, ia sering bertemu anak-anak terlantar, tidak bersekolah karena tak ada biaya. Hatinyapun tergerak oleh belas kasihan. Dengan modal sendiri, ia berinisiatif membantu anak-anak miskin yang ia jumpai itu. Yo membiayai terutama keperluan sekolah anak-anak mulai dari alat tulis, pakaian seragam hingga sepatu. “Pokoknya perlengkapan yang dibutuhkan untuk sekolah. Teoritis sekolah itu gratis. Namun ada banyak pengeluaran yang harus dibayar siswa”, tutur pria kelahiran Pekalongan, 8 April 1940 ini. Yo meyakini bahwa taraf hidup seseorang dapat menjadi lebih baik pertama-tama lewat pendidikan, baik pendidikan formal maupun kursus-kursus ketrampilan praktis.

Semakin hari kegiatannya di bidang sosial makin bertambah seiring dengan bertambahnya anak-anak terlantar yang dibantunya. Yo beruntung bahwa kiprahnya dalam membantu anak-anak miskin mendapat dukungan sepenuhnya dari istrinya, Anna Elisabeth Louise Herlani, maupun dari anak-anaknya. Selain anak-anak yang ditemui Yo, ada pula orang yang datang menitipkan anak supaya dibantu dan disekolahkan. “Seorang suster pernah juga menitipkan seorang anak tak mampu. Anak tersebut kami tampung di rumah kami”, jelas dokter yang mempelajari juga pengobatan akupunktur. Saat ini anak-anak yang dibantunya mencapai hampir 100 orang.

Ketika Yo mempunyai rejeki lebih, ia membeli sebuah rumah di seberang tempat tinggalnya. Yo memang sengaja membeli rumah tersebut untuk melancarkan karya sosialnya. Di tempat itu kemudian didirikan Yayasan Sosial Agape (31 Juni 1997). Awalnya kegiatan yang dilakukan masih terbatas, seperti: Program Anak Asuh, Kursus Komputer , Kursus Reparasi sepeda motor.

Beberapa tahun kemudian, kegiatan makin berkembang yaitu kursus Menjahit bagi ibu-ibu rumah tangga, kursus membuat mebel/furniture, kursus bahasa Inggris, bimbingan belajar, kursus reparasi alat-alat elektronik. Di samping itu Yo masih sempat membentuk sanggar tari traditional, juga untuk anak-anak miskin. “Mereka juga layak menikmati kesenian, tidak hanya bekerja!”, jelas Yo memberi alasan.

Lewat pelbagai kegiatan itu Yayasan Agape makin dikenal dan mendapat banyak bantuan dari pelbagai pihak. Salah satu bantuan datang dari bapak Bernard Vekemans. Orang Belanda ini dikenal Yo secara kebetulan pada tahun 1998. Waktu itu ada pertemuan Woman International Club. Dalam pertemuan tersebut, Herlani istri Yo, memberikan presentasi mengenai Yayasan Agape yang dikelolanya. Ternyata penjelasan tersebut amat menarik bapak Bernard yang juga hadir. “Sesudahnya ia mengunjungi rumah kami dan berbincang-bincang sambil makan malam. Sejak itulah ia membantu Agape hingga sekarang”, tutur Yo.

Penolong Tak Dikenal

Yo ingin terus mengembangkan karya sosialnya. Sebab ia melihat anak-anak yang miskin dan terlantar begitu banyak. Namun ia sadar bahwa itu semua membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Lagi pula tempatpun tidak memenuhi syarat.

Suatu hari Yo mendapat kabar gembira. Seorang dermawan dari Belanda berniat mengirim uang untuk pembangunan gedung yayasan sosial yang dikelolanya. Dermawan yang tak mau menyebutkan jati dirinya itu mengenal Yo lewat Bernard Vekemans. Yo sungguh-sungguh merasa seperti bermimpi mendapat bantuan besar dari orang yang tak dikenalnya! Dengan uang kiriman dewa penolong tersebut dibangunlah gedung yang saat ini berdiri dengan megahnya. Yo pernah empat kali pergi ke negeri Belanda. Sebenarnya ia ingin bertemu dan berterima kasih pada penyumbang budiman itu. Namun sayang, orang tersebut tidak berhasil ditemuinya. “Nampaknya ia tetap tidak ingin dikenal”, papar Yo.

Aktivitas Yo selama ini bukannya tanpa hambatan. Aktivitasnya membantu anak-anak miskin pernah dicurigai dan diteror. Memang hampir semua anak miskin itu beragama Islam sementara Yo sekeluarga adalah pemeluk Katolik yang taat. Isyu kristenisasipun sempat dihembuskan. Beberapa kali keluarga Yo menerima terror lewat telpon. Anak-anak asuh Yo juga tak luput dari interogasi. Yo sekeluarga tidak gentar sedikitpun karena memang mereka tulus ingin menolong anak-anak miskin. Lurah setempat yang mengetahui sepak-terjang Yo sejak awal, datang membela dan memberikan dukungan sepenuhnya pada Yo.

Dokter Lukas Yohandoyo telah beberapa tahun melewati masa pensiun sebagai PNS golongan IVB. Namun ia tak juga mau berhenti bekerja. Baginya, tak ada istilah pensiun dalam membantu orang lain, khususnya mereka yang miskin dan terlantar.

Heri Kartono, OSC (dimuat di majalah HIDUP edisi.....).

NB:

Dr.Yo meninggal dunia pada 31 Maret 2011 pukul 19.30.



Senin, 19 Juli 2010

Christina Trisnawati


DICINTAI GURU

Pada hari Jumat (16 Juli 2010) sekitar jam 14.15, Christina Trisnawati dipanggil Tuhan. Sebelumnya, selama beberapa hari, ia dirawat di Ruang ICU Rumah Sakit Gunung Jati, Cirebon. Trisnawati dikebumikan di pekuburan Kristen Sunyaragi. Makamnya berdampingan dengan adik bungsunya yang meninggal saat dilahirkan.

Christina Trisnawati atau mbak Tris adalah kakak saya yang kedua. Kami delapan bersaudara. Sejak suaminya, Johanes Ruslan, meninggal dunia (17 Agustus 1999) keseimbangan mbak Tris sering terganggu. Semangat hidupnya merosot tajam dan sering kejang-kejang hingga menjelang kematiannya kemarin.

Mbak Tris adalah seorang kakak yang sederhana. Di antara kami, dialah yang paling pandai berceritera. Ia tidak hanya pandai berceritera namun juga menirukan dengan persis orang yang diceriterakannya. Ceriteranya selalu mengundang tawa kami.

Keahlian mbak Tris yang paling menyolok adalah memasak. Saya paling suka masakan mbak Tris. Waktu saya beberapa bulan tinggal di paroki Cirebon, saya sering datang ke rumahnya khusus untuk makan. Sayur Lodeh, sambal terasi dan udang goreng buatan mbak Tris, untuk saya, tak ada duanya. Oya, mbak Tris tidak suka makan daging. Sejak kecil ia tak pernah makan daging apapun. Namun ia bisa memasak daging apa saja dengan enak tanpa dia mencicipinya. (Saya pernah sengaja membeli roti yang berisi daging ayam di dalamnya. Saya berikan ke mbak Tris. Sesudah dimakan beberapa gigitan, mbak Tris berhenti dan tidak meneruskan memakannya. Kami semua tertawa namun mbak Tris hanya senyum-senyum saja, tanpa komentar apapun!)

Waktu remaja, mbak Tris sangat suka olah raga. Ia menjadi andalan SMP Santo Thomas (Ciledug-Cirebon) dalam lomba Balap Sepeda dan Bola Volley. Di Sekolah, mbak Tris sangat dicintai guru-gurunya. Mbak Tris begitu dicintai guru-guru sampai dua kali harus tinggal kelas!

Dalam soal pelajaran, mbak Tris memang serba pas-pasan. Cara berfikirnyapun sederhana. Namun dalam soal iman, ia memiliki keyakinan kuat. Ia juga selalu berdoa secara teratur. Setiap jam 6.00 sore ia selalu masuk kamar untuk berdoa Angelus dan Rosario. Biasanya ia tidak mau diganggu pada jam tersebut. Selain itu, kesetiaan kepada suaminya luar biasa. Bertahun-tahun ia melayani suaminya dengan rajin: bangun pagi-pagi, menyediakan makanan, menemani makan dan kalau suami sudah berangkat ke kantor, ia mengurus rumah, anak-anak dan menyiapkan makan siang. Itulah dunianya dari hari ke hari.

Salah satu sifat yang patut dipuji dari mbak Tris adalah kejujurannya. Dalam soal ini, suaminya juga sama. Tidak heran bahwa suaminya selalu dipercaya mengurus keuangan di kantornya, PJKA hingga ajalnya.

Kini mbak Tris telah pergi. Kami yakin mbak Tris telah bahagia bersama bapa di Surga dan juga bersama mas Rus, suami yang amat dicintainya. Selamat jalan mbak Tris, Heri akan kehilangan sayur lodehnya!! (Terima kasih untuk Bu Rosiany T.Chandra atas fotonya)

Heri Kartono, OSC

Minggu, 13 Juni 2010

Frans Adbaw Pr


IMAM IDOL

Lebih dari 200 imam terpukau saat mendengarkan lagu Semua Baik yang dibawakan oleh pastor Frans Adbaw Pr. Imam berbadan subur ini membawakan lagu tersebut dengan sepenuh hati. Frans sendiri merupakan salah satu dari peserta retret para imam yang diadakan di Cimacan-Cipanas belum lama ini (07-11 Juni 2010). “Penampilan dan suaranya mirip Bob Tutupoli”, ujar pastor Marcus Santoso Pr.

Frans mengaku bahwa menyanyi baginya merupakan suatu bentuk pewartaan. “Saya mulai bernyanyi sesudah saya sembuh dari sakit. Ini merupakan ungkapan syukur dan terima kasih saya pada Tuhan”, ujar imam keuskupan Pangkalpinang ini. Frans memang pernah menderita sakit parah. Selama 3 bulan ia harus mendekam di Rumah Sakit. Frans juga sempat menjalani cuci darah. “Saat saya berada di ICCU, ada 9 pasien lain bersama saya. Semuanya meninggal dunia!”, paparnya. Tidak heran ketika Frans akhirnya sembuh, ia merasa amat bersyukur. Sesudahnya ia membentuk sebuah team pewartaan dan berkeliling ke pelbagai tempat. “Saya sempat berkeliling memberi kesaksian antara lain ke Lampung dan Semarang”, jelas imam kelahiran Tanjung Pinang ini.

Dalam retret para imam tersebut Frans termasuk satu di antara lima Imam Idol pilihan panitia. Kelima Imam Idol tersebut menunjukannya kebolehannya dalam bernyanyi satu demi satu, termasuk Frans. Usai Frans bernyanyi, Mgr.Ign.Suharyo Pr yang memimpin retret, didaulat untuk memberi penilaian. Dengan setengah berkelakar, Mgr.Suharyo memberi komentar: “Romo Frans yang mirip bayi sehat ini, suaranya memang hebat!”, ujar Uskup Koajitor disambut tawa semua yang hadir.

Heri Kartono, OSC (dimuat di majalah HIDUP edisi 04 Juli 2010)

Minggu, 04 April 2010

Paskah 2010 (St.Helena)



HADIAHNYA KOK BARANG SECOND?

Minggu Paskah (04/04/2010) di paroki Santa Helena Lippo Karawaci berlangsung meriah. Selesai misa pagi, sebagian besar umat berkumpul di Aula paroki alias bedeng. Di bedeng ini berlangsung acara anak-anak Bina Iman. Sekitar 700 anak Bina Iman, gabungan bina iman seluruh wilayah paroki St.Helena berkumpul. Anak-anak ini didampingi para orang tua, sanak saudara dan mungkin juga para tetangga mereka…

Selain acara Bina Iman, di tempat yang sama juga berlangsung penarikan Kupon Berhadiah. Kupon yang biasa disebut sebagai “Tanda Terima Kasih” ini dikelola oleh Panitia P3G. Panitia ini memang sedang giat mencari dana untuk membangun gedung sarana penunjang kegiatan paroki. Dari kupon, panitia mengharapkan dapat terjual sekitar Rp 300 juta. Pada saat penarikan, kupon yang sudah terjual lebih dari Rp 425 juta. Tidak heran bahwa wajah panitia berseri-seri sejak pagi hari.

Ada macam-macam hadiah yang telah disediakan panitia. Nilai hadiah total sebesar Rp 60 juta. Hadiah utamanya sebuah Sepeda Motor merk Honda. Sebagian umat yang mengharapkan mendapat hadiah, sudah berkeliling sejak awal untuk melihat-lihat hadiah yang tersedia. Beberapa orang mengelilingi sebuah Sepeda Motor Merk Honda yang terbungkus kertas Koran. Pada stang motor tsb tergantung sebuah tulisan: HADIAH I. Seorang pengunjung berbisik kepada rekannya: “Hadiahnya kok barang second ya? Lihat tuh, body dan roda-rodanya juga kotor, belum dicuci!”, ujar pengunjung ini dengan nada tidak senang. Rekannya hanya menggeleng-gelengkan kepala, tidak mengerti bahwa panitia tega berbuat seperti itu. Ketika kerumunan makin bertambah banyak, tiba-tiba datang seorang bapak.: “Maaf, ini motor saya, bukan hadiah!”.

Rupanya pemilik motor Honda tsb adalah Pak Iwan Jatmika dari wilayah Medang. “Tadi malam saya lupa membawa SIM dan di jalan ada Razia. Jadi, motor saya titipkan di sini. Rupanya ada yang iseng, membungkus motor saya dan memberi tulisan: HADIAH I”, jelas pak Iwan tersipu-sipu….

(Catatan: Hadiah Utama berupa Sepeda Motor Honda dimenangkan oleh Rondang M dengan nomor Undian: 038829. Daftar lengkap pemenang diumumkan di papan pengumuman Gereja dan dalam Warta Helena. Dalam acara tadi, hadiah-hadiah memang belum ditampilkan. Foto: Panitia P3G di depan kupon-kupon yang hendak diundi).

Heri Kartono. OSC

Kamis, 01 April 2010

Jumat Agung



YESUS YANG GANTENG!

Ratusan umat menghadiri parayaan Jalan Salib pada hari Jumat Suci (02 April 2010). Acara yang dimulai pada jam 08.00 pagi itu diadakan di pelataran Gereja Paroki St.Helena, Lippo Karawaci. Bapak Iwan Jatmika dari Medang memimpin acara didampingi bapak Eugenius Laluur dari Sari Bumi. Sementara lektor dibawakan oleh Fransiska dan Alex.

Selama perjalanan dari perhentian satu ke perhentian lainnya, salib dipikul bergantian oleh sukarelawan. Panitia menyediakan dua buah salib. Tidak jelas apakah keduanya salib Yesus atau salah satunya salib penjahat. Yang pasti, kedua salib tersebut selalu ada yang memikulnya. Para sukarelawan tidak semuanya lelaki. Wanitapun ada yang merelakan diri ikut memikul salib.

Selesai acara, ibu pemikul salib datang ke Sakristi. Kepada bapak Eugene Laluur, ibu ini mengatakan bahwa ia melihat Yesus yang amat ganteng. “Saya melihat Yesus yang amat ganteng dan berwibawa saat saya memikul salib!”, ujar ibu ini dengan nada haru. Pak Eugenius mengangguk-angguk, mungkin bingung harus menjawab apa. Tidak jelas, siapakah yang dimaksud dengan Yesus yang ganteng itu. Hanya, saat ibu itu memikul salib, saya memang berdiri tepat di depan si ibu, sambil memotret dia……

Heri Kartono, OSC

Minggu, 28 Maret 2010

Paroki Santa Helena KAJ


BELUM MANDI!

Pekan Suci adalah saat-saat paling sibuk untuk Gereja Katolik. Demikian juga dengan paroki Santa Helena, Lippo Karawaci. Panitia khusus dibentuk untuk mengatur segala sesuatu agar berjalan dengan baik. Tahun ini panitia Paskah dipercayakan pada Wilayah Medang-Teratai. Keamanan, kenyamanan dan ketertiban selama Pekan Suci direncanakan dengan baik. Selama Pekan Suci, kehadiran umat memang meningkat tajam.

Pekan Suci dimulai dengan upacara Minggu Palma. Umat datang sambil membawa daun palma. Yang tidak sempat membawa daun, dapat meminta pada petugas atau diam-diam memetik sendiri dari halaman gereja. Pokoknya dengan daun-daun palma ini, suasana menjadi berbeda, lebih semarak. Romo Surono OSC memimpin dua kali Misa sementara romo Heri OSC kebagian satu Misa saja.

Hari Sabtu sore biasanya gereja tidak terlalu penuh. Kali ini hampir seluruh sudut gereja terisi. Romo Surono OSC memimpin upacara dengan semangat. Mungkin saking semangatnya, saat berkeliling mereciki daun-daun palma, alat percikan yang mirip pembersih WC itu terlepas. Pemercik yang masih penuh air itu terbang tinggi dan menimpa seorang umat. Tentu saja umat yang malang ini terkejut sekali. Sambil mengeringkan wajahnya yang basah, ia berbisik pada kawan di sebelahnya: “Jangan-jangan romo mengira saya belum mandi!!”.

Heri Kartono,OSC

Minggu, 14 Maret 2010

Putera Altar & Puteri Sakristi St.Helena Curug.


TERMEHEK-MEHEK

Paroki St.Helena, Lippo Karawaci, kendati kecil namun memiliki lebih dari seratus Putera Altar (PA) dan Puteri Sakristi (PS). Peranan mereka dalam acara liturgi di Gereja tergolong penting, antara lain ikut menyemarakkan suasana. Misa dan ibadat menjadi lebih lancar dan meriah karena kehadiran para remaja ini. PA dan PS ini didampingi oleh pak Titus, ibu Patricia, ibu Josephine dan ibu Yenny.

Setiap minggu PA dan PS memiliki kegiatan di sekitar gereja. Pada hari Minggu (14-03-2010), seusai Misa pagi, para PA dan PS berlatih, menyiapkan diri untuk acara Paskah mendatang. Mereka berlatih dengan gaya remaja jaman sekarang, banyak diselingi senda-gurau.

Sekitar jam 12.00, seusai latihan, terjadi keributan di teras Gereja. Vera, salah satu anggota Puteri Sakristi, terlihat dikelilingi para pengurus PS dan dicaci-maki. Vera dianggap tidak menjalankan tugas dengan baik. Christy, ketua Puteri Sakristi, dengan suara keras dan wajah galak mengadili Vera. Beberapa pengurus PS ikut juga nimbrung menyalahkan Vera yang malang. Anggota PS yang lain, juga anggota PA ikut menonton dari jarak sekitar 10 meter.

Semakin lama suasana makin panas. Suara para pengurus PS makin tinggi dan cacian makin gencar. Verapun makin tertunduk lesu. Semula ia berusaha keras untuk tidak menangis, karena malu ditonton kawan-kawan yang lain. Namun akhirnya pertahanan Vera jebol juga. Vera mulai berlinangan air mata. Sejurus kemudian, Verapun menangis termehek-mehek.

Saya yang kebetulan lewat dan ikut menyaksikan adegan tsb tidak sampai hati. “Mustinya kelompok di lingkungan Gereja tidak boleh sekejam ini!”, pikir saya. Pada saat saya berniat untuk mencari Romo Surono, OSC (pastor pendamping PA/PS), tiba-tiba terjadi kegaduhan baru. Seorang Putera Altar yang membawa ember besar, menyiram Vera dari belakang. Pada saat yang sama semua bertepuk tangan sambil bernyanyi: “Happy Birthday....”. Rupanya hari itu Vera berulang tahun. Kawan-kawan merayakannya dengan cara istimewa! Vera yang basah kuyup terlihat masih menangis, namun ia juga sudah mulai bisa tertawa lebar karena mendapat ciuman mesra dari semua kawan-kawannya (Foto: Vera, kaos hijau, menangis sambil tertawa lebar..)

Heri Kartono,OSC

Rabu, 10 Maret 2010

Prodiakon Paroki St.Helena


SANDAL PRODIAKON…!

Para Prodiakon paroki St.Helena Lippo Karawaci beserta anak-istrinya berkumpul bersama di Padepokan Bukit Kehidupan, Bogor (26-27 Februari 2010). Semuanya berjumlah 52 orang. Acara utama adalah pembekalan yang dipandu oleh Rm. Hardo Suyatno MSF. Romo yang berbadan subur ini rupanya pandai juga melawak. Karenanya acara pembekalan terasa menyenangkan. Yang mengagumkan, Romo Hardo hafal seluruh ayat-ayat Kitab Suci yang diperlukan tanpa satu kalipun melihat catatan. Padahal, ayat Kitab Suci yang ia berikan lumayan banyak jumlahnya…

Selama para bapak dan ibu menyimak wejangan Rm.Hardo, anak-anak sibuk bermain dan belajar dibawah bimbingan ibu Margareth yang berprofesi sebagai guru. Dengan demikian bapak, ibu dan anak-anak semuanya mendapatkan sesuatu dari pertemuan dua hari tsb.

Saat pulang, sejumlah ibu mengajukan usul agar diberi waktu untuk belanja. “Supaya ada oleh-oleh yang bisa dibawa pulang!”, ujar ibu Iwan memberi alasan. Pak Benny Sugiarto yang bertugas sebagai koordinator, akhirnya mengalah. “Jangan lupa, waktunya hanya lima-belas menit. Kita memburu waktu!”, teriak pak Benny dengan mikrofon yang selalu dibawanya.

Rupanya yang berbelanja tidak hanya para ibu, bapak-bapak dan anak-anak juga tidak ketinggalan. Pak Yanuar yang semula tidak bermaksud belanja, akhirnya tertarik juga ketika melihat sandal bagus dengan harga miring. Saat ia asyik menawar, terdengar suara pak Benny dari atas Bus: “Ayo….masuk, waktunya sudah habis!”. Pak Yanuar, karena takut tertinggal Bus, langsung membeli sandal tsb.

Pada waktu Bus sudah berjalan, orang-orang saling menceriterakan apa yang dibelinya. Pak Yanuar yang merasa beruntung, juga berceritera dengan semangat pada istrinya. Sang istri memang duduk di sebelahnya. “Bisa saya lihat sandalnya pak?”, ujar sang istri panasaran. Dengan bangga, pak Yan mengeluarkan sandal barunya itu. Namun, ketika sandal itu dibukanya, pak Yan maupun istrinya terkejut sekali. Ternyata sandal itu……dua-duanya sebelah kiri!! Kontan seisi Bus tertawa terpingkal-pingkal ketika mengetahui sandal antik kebanggaan pak Yan itu!

Heri Kartono, OSC (Foto: Prodiakon Iwan bersama istri dan anak-anaknya. Foto koleksi Pak Beni Sugiarto).

Kamis, 04 Maret 2010

Heri Kartono (Ulang Tahun1)



HADIAH YANG MENGESANKAN

Ulang tahun selalu repot tapi menyenangkan. Jam 3.30 dinihari sudah dibangunkan bunyi telpon. Pst.Darno OSC yang memang sinting, menilpon dari Bandung. Sambil tertawa-tawa dia berkata: “Selamat ulang tahun ya!”. Saya jawab: “Terima kasih banyak, tapi ini jam berapa??”. Pst.Darno tidak menjawab tapi tertawa makin lebar.

Selesai Misa pagi saya diundang ibu Novi. Di rumahnya sudah berkumpul para pendamping Bina Iman anak-anak. Ibu-ibu muda yang baik hati ini sudah menyiapkan makanan dan minuman khusus dan tentu saja kado ulang tahun. Tak lupa kelompok kecil ini menyanyikan lagu Happy Birthday dengan iringan piano yang dimainkan Sylvi Sung. Sesudahnya saya diminta meniup lilin….

Jam 10.00 pagi saya kembali ke pastoran dan ternyata sudah ditunggu ibu-ibu lansia dibawah komando ibu Subrata. Para lansia ini telah menyiapkan pelbagai makanan, mulai dari masakan ala Italia sampai masakan tradisional. Para pastor dari paroki Santa Monika, BSD juga datang, ikut meramaikan suasana.

Sore hari acara masih berlanjut. Rombongan dari paroki tetangga, para romo St.Agustinus berdatangan untuk mengucapkan selamat dan mencicipi hidangan yang telah disediakan ibu-ibu WK. Puncak acara adalah “perayaan resmi” yang diselenggarakan oleh Dewan Paroki. Acara dimulai jam 19.30 dipimpin oleh bapak Beni Sugiarto.

Salah satu bagian dari acara ulang tahun adalah menerima kado. Pelbagai hadiah saya terima, mulai dari handuk, sepatu, patung malaikat, helm sepeda hingga bandeng presto! Namun hadiah yang paling mengesankan adalah seekor ayam jago. Kado istimewa ini kiriman dua sahabat dari Bandung. Ayam jago ini dimasukan dalam keranjang secara amat rapih bahkan dihias dengan pita merah yang manis. Saking rapihnya, keranjang hampir tertutup rapat. Akibatnya, ketika keranjang dibuka, ayam jago sudah amat lemas karena kepanasan dan sulit bernafas. Ayam yang sudah teler ini dimasukan ke kandang, diberi air dan beras. Namun ia memilih berbaring dengan mata setengah terpejam daripada makan dan minum. Keesokan harinya, ayam malang ini sudah terbujur kaku, mati……..!

Heri Kartono.

Selasa, 16 Februari 2010

Ustadz H.Asep Zaenul Falah


BARU TAHU ADA PUASA!

“Saya baru tahu kalau orang Katolik itu berpuasa juga!”, ujar Ustadz Haji Asep Zaenul Falah saat mendengarkan uraian Pastor Ch.Harimanto OSC. Beberapa pengiring Ustadz yang ikut hadir juga mengangguk-angguk, mengiyakan apa yang dikatakan Ustadz pimpinan sebuah pondok pesantren ini. Ustadz Asep dan Pastor Harimanto diundang oleh seksi HAAK dan seksi KKS paroki St.Helena, Curug untuk berbicara tentang puasa dan pantang menurut agama Islam dan Katolik (14/02/2010).

Puasa, menurut agama Islam, adalah suatu keharusan. “Dalam agama Islam segala sesuatu harus ada perintah atau larangan sebagai dasar hukumnya. Nah, puasa adalah wajib, hukumnya”, jelas Ustadz. Kemudian dengan suara lantang Ustadz Asep mendaraskan kutipan Al Quran yang menjelaskan tentang perintah puasa. Lebih lanjut Ustadz memaparkan bahwa orang yang batal berpuasa, harus menggantinya pada kesempatan lain. “Bila ada orang yang karena alasan kuat tidak dapat menjalankan puasa, maka ybs harus menggantinya dengan sodakoh alias berbuat amal!”, tutur Ustad yang kerap menjelaskan dengan contoh-contoh lucu ini.

Ustad tersenyum-senyum kecil saat mendengarkan penjelasan bahwa orang Katolik puasanya ringan: tidak boleh makan daging dan hanya boleh makan kenyang satu kali. Melihat itu Pastor Harimanto menambahkan: “Dalam masa Pra Paskah, yang pertama-tama ditonjolkan memang bukan puasanya melainkan pertobatan!”, ujarnya. Kemudian, sambil berpaling pada Ustadz, Harimanto menambahkan: “Umat Islam berpuasa hanya 30 hari. Kalau kami lebih panjang, 40 hari pak Ustadz!”, ujar Harimanto disambut tawa hadirin.

Heri Kartono, OSC (dimuat di Majalah HIDUP edisi 07 Maret 2010).

Minggu, 14 Februari 2010

Paroki Santa Helena




ALASAN PENUGASAN!

Sejak 1 Februari 2010, saya pindah tugas ke paroki St.Helena, Lippo Karawaci, Tangerang. Lokasi Gereja dan pastoran agak tersembunyi di komplek perumahan Lippo Karawaci. Keseluruhan komplek ditata dengan amat baik. Orang merasa seperti tinggal di suatu perumahan di luar negeri, saking teraturnya. Tak jauh dari gereja, terdapat Rumah Sakit Siloam yang bertaraf internasional. Lebih jauh beberapa ratus meter, ada Super Mall yang megah dan serba lengkap.

Meski termasuk Paroki baru, namun sudah sangat maju, sekurangnya dari segi sarana. Gedung gereja bisa menampung 1000 jemaat. Lahan parkir juga luas. Menurut pak Satpam, pada hari besar, lahan parkir bisa dipaksa memuat lebih dari 400 mobil. Tentu saja dengan cara sedikit darurat. Kalau hanya 300-an mobil, tempat parkir relatif leluasa.

Saat ini sedang dibangun gedung serba guna dan perkantoran yang besar dan memadai. Panitia pembangunan masih sibuk mencari dan mengumpulkan dana. Sepertinya mereka optimis bahwa pembangunan akan selesai pada waktunya.

Jumlah umat di paroki ini 6.175 jiwa. Komposisi umat lumayan heterogen. Dari tukang tambal ban hingga boss yang biasa menggunakan pesawat helicopter, ada di sini. Paroki dibagi dalam 9 wilayah, 39 lingkungan. Kesan saya, keterlibatan umat dalam hidup menggereja amat baik. Banyak umat dengan pendidikan dan kemampuan yang tinggi ikut terlibat dalam aktivitas gereja.

Ketika pertama kali saya datang, saya langsung senang. Soalnya, keseluruhan lingkungan memungkinkan saya untuk bersepeda. Dan memang, hampir setiap hari saya bersepeda untuk olah raga, pagi atau sore. Di komplek perumahan yang bagus ini, saya sering melihat banyak gadis-gadis muda bergerombol, terutama sore hari. Mereka adalah para pembantu atau baby sitter yang sedang ngerumpi dengan sesama pembantu. Beberapa kali, saat saya melewati mereka, saya terkejut. Semua gadis-gadis itu berbicara dalam bahasa yang sangat familiar di telinga saya: bahasa Brebes-Tegal. (Saya ini orang Ciledug yang lahir di Cirebon. Namun sejak tahun 1973, orang tua pindah ke Brebes. Sampai sekarang saudara-saudara saya banyak yang masih tinggal di Brebes. Karena itu saya sering disebut sebagai orang mBrebes!)

Saat pastor Anton Subianto OSC, wakil propinsial datang, saya ceriterakan tentang para pembantu rumah tangga itu. Dengan santai pastor Anton berkata: “Justru karena itu pastor di tempatkan di paroki ini; menjadi pelindung mereka!!”

Heri Kartono.

Rabu, 10 Februari 2010

Andreas Gurusinga OFMConv.


PEMBEKALAN YANG BERGUNA

“Ternyata mengurus perkawinan di Keuskupan Agung Jakarta rumit, tidak seperti di keuskupan tempat saya bekerja sebelumnya. Kasus-kasus yang berkaitan dengan perkawinan, di Ibu Kota ini lebih pelik dan kompleks, perlu penanganan yang benar. Kalau perkawinan diurus secara salah atau tidak cermat, akan membawa sejumlah konsekuensi yang dapat merugikan!”, ujar Pastor Andreas Gurusinga OFM.Conv. Andreas adalah satu dari 27 imam baru di KAJ yang mengikuti acara Introduksi Pastoral KAJ di Villa Via Renata, Puncak (26-28 Januari 2010). Pastor yang ditahbiskan tahun 2002 ini mengaku bahwa acara Introduksi amat baik dan bermanfaat. “Penjelasan yang disampaikan, termasuk seluk-beluk pengurusan perkawinan, bermanfaat sekali”, sambungnya.

Dalam acara dua hari itu selain soal pengurusan Perkawinan, dibahas juga topik-topik lain seperti Visi dan Misi KAJ; Cara Berpastoral di KAJ; serta Tata Tertib Keuangan.

Andreas menyadari bahwa dirinya serta rekan-rekan imam lainnya datang dari keuskupan yang berbeda-beda. Dengan demikian, cara kerja, kebiasaan maupun aturan bisa saja berbeda-beda, seperti soal pengurusan perkawinan itu. Ia juga memahami sepenuhnya apa yang disampaikan Sekretaris Keuskupan, Rm. Yohanes Purbo Tamtomo Pr agar para imam tidak membawa kebiasaan berpastoral dari tempatnya semula begitu saja. “Kami ini datang dari tempat yang berbeda. Saya sendiri datang dari Medan. Ada rekan imam yang sebelumnya bekerja di Flores, Papua bahkan China dan Roma. Jadi wajarlah perlu ada aturan main yang sama!”, ujar Andreas.

Acara pembekalan bagi para imam yang baru mulai berkarya di KAJ ini dihadiri juga oleh Yulius Kardinal Darmaatmaja SJ dan Mgr. Ign.Suharyo Pr. Keduanya tidak hanya hadir namun juga memberi masukan, harapan serta pandangannya. “Mgr. Ign.Suharyo Pr itu statusnya sama dengan saya lho. Soalnya, beliau kan masih baru juga, jadi perlu di-introduksi!”, ujar Andreas berkelakar.

H.Kartono, OSC (dimuat di majalah HIDUP edisi 14/02/2010).

Senin, 08 Februari 2010

Harrison B. Lukman


Mrs. FRANCES IKUT MEMBELI!

Saat parokinya, St. Helena Lippo Karawaci, membangun Gedung Serba Guna, Harrison tergerak untuk membantu. Semula remaja kelas 10 (1 SMA) Tunas Muda International School ini hendak berjualan di samping Gereja. Ibunya, Mita Lais, kurang setuju dengan gagasan itu. Akhirnya Harrison yang mahir berbahasa Inggris ini memutuskan untuk berjualan di sekolahnya sendiri. Dengan dukungan ibunya, Harisson membuat Fried Cheese Meatball hingga larut malam.

Di sekolah, tanpa canggung Harrison menjajakan makanan buatannya kepada siapa saja yang berminat. Ada juga yang menanyakan alasannya berjualan. Dengan santai Harrison menjelaskan bahwa ia sedang mengumpulkan dana untuk pembangunan di Gerejanya. Ternyata sambutan teman-temannya antusias. Yang membuatnya terharu dan bangga, Mrs. Frances Hazle, Kepala Sekolah asal Scotland, juga ikut membeli makanan buatannya. Hari itu dagangannya habis terjual. Selanjutnya seminggu sekali Harrison mengulangi jualannya. Makanan yang ia buat bervariasi mulai dari Cheese Sticks, Chicken Brown Sugar, Cheese Finger sampai Pudding. Resep aneka makanan tsb ia ambil dari TV dan sebagian dari Internet. Akhirnya, sesudah satu bulan berjualan, terkumpullah uang sebanyak Rp384.000,-

Ketika Harrison hendak menyerahkan uang hasil usahanya itu kepada pastor, ibunya sempat ragu. “Banyak donatur yang menyumbang Gereja jutaan rupiah. Jangan-jangan anak saya malah ditertawakan!”, ujar ibu Harrison memberi alasan. Untunglah sambutan Pastor Paroki amat baik dan ramah. “Saya senang sekali bisa sedikit membantu Gereja”, ujar remaja yang gemar menggambar ini dengan polosnya.

Heri Kartono, OSC (dimuat di Majalah HIDUP edisi 28/02/2010).

Jumat, 05 Februari 2010

Lilis Setyawati


SI ENDUT!

Lilis adalah seorang karyawati yang mempunyai banyak kelebihan. Ia kreatif, ulet, rajin dan memiliki loyalitas tinggi. Tidak heran bahwa Boss-nya menaruh kepercayaan besar padanya. Begitu percayanya Boss, sampai-sampai untuk membuka e-mail-pun ia percayakan pada Lilis. “Tolong cek e-mail saya setiap hari. Jangan lupa ganti pass-word nya secara berkala!”, begitu pesan Boss yang berbadan subur itu.

Lilis mentaati pesan atasannya. Setiap hari ia mengecek e-mail yang masuk sambil memeriksa bila ada e-mail yang harus segera ditindak-lanjuti. Tak lupa, seminggu sekali ia mengganti pass-word demi keamanan. Setiap kali ia mengganti pass-word, ia memberitahukannya karena sewaktu-waktu Boss membuka e-mail sendiri.

Suatu hari, entah mengapa, Boss mendamprat Lilis lumayan keras. Lilis amat kesal karena merasa tidak bersalah. Kekesalannya ia lampiaskan saat ia mengganti pass-word. Dengan perasaan kesal ia tulis pass-word baru: SI ENDUT! Tapi, pass-word baru ini tentu saja tidak ia beritahukan pada sang Boss yang memang endut.

Keesokan harinya, tanpa diduga Boss telpon: “Lis, saya tidak bisa buka internet. Pass word-nya diganti ya?” Tentu saja Lilis kelabakan. Ia tak mengira pagi itu Boss akan membuka e-mail sendiri. “Pak, saya bantu saja ya? Saya buka dari tempat saya!”, ujar Lilis mencoba membujuk. “Saya lagi buru-buru. Cepat, apa pass-word nya?”, ujar Boss tak sabar. Meskipun terpojok, Lilis tak kehilangan akal. Dengan suara semanis mungkin Lilis menjawab: “Baik pak. Pass-wordnya saya eja ya…S-I--E-N-D-U-T!”. Sejenak kemudian, terdengar suara Boss: “Jadi pass-word-nya SI ENDUT?????!!”. Dengan lemas bercampur takut Lilis menjawab: “Iya paaaak…….Si Endut!”.

Heri Kartono.

Jumat, 22 Januari 2010

Yoshua Dwi Prasetyo


JUARA FAVORIT

Kawan kita kali ini bernama Yoshua Dwi Prasetyo, biasa dipanggil Joshua. Belum lama ini Yoshua mengikuti lomba piano di kotanya, Cirebon. Joshua yang telah menyiapkan dengan sungguh-sungguh dapat menyelesaikan medley, lagu-lagu Peter Ilyich yang tergolong sulit dengan amat baik. Para penontonpun menyambutnya dengan tepuk tangan panjang. Semua mengira Joshua akan keluar sebagai pemenang pertama. Nyatanya tidak, juara ketigapun tidak. Joshua hanya meraih Juara harapan dua. Tak heran bahwa para pengunjung merasa kecewa. Ketika ditanya komentarnya, Joshua menjawab: “Bagi saya, kalah atau menang tidak menjadi masalah. Yang penting, saya telah mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin”, ujarnya. Untunglah, pada akhir lomba, Yoshua dinobatkan sebagai Juara Favorit. Juara yang terakhir ini merupakan pilihan khalayak ramai dan bukan oleh para juri. Nampaknya penonton tetap memberikan penilaian tertinggi kepada Joshua yang dianggap bermain sangat baik.

Joshua yang lahir di Cirebon (26 April 1996) sudah mengenal piano sejak masih TK. Ketika duduk di kelas 3 SD, ia sudah mulai mencoba mengiringi lagu di Gereja. Setahun kemudian, Joshua mulai rutin bermain organ di paroki St.Yusuf, Cirebon hingga kini. Joshua yang gemar makan Nasi Lengko ini pernah juga menyabet juara I lomba piano se-kota Cirebon. Selain bermain piano, siswa kelas 2 SMP Santa Maria Cirebon ini mahir juga bermain organ dan gitar.

Di luar hobinya bermain musik, Joshua tergolong siswa yang cerdas. Nilai rapor-nya kebanyakan 9. Joshua memang juara di kelasnya. Bahkan, sejak duduk di bangku Sekolah Dasar, Joshua sudah biasa menjadi juara kelas. Meski selalu juara dan memiliki bakat musik yang menonjol, Joshua dikenal sebagai anak yang rendah hati, apa adanya. Teman-temannya mengenal Joshua sebagai seorang yang ramah dan ringan tangan dalam membantu orang lain.

Masih ada kegiatan lain yang sering dilakukan Joshua. Di waktu senggang ia gemar bermain komputer. Di bidang inipun Joshua amat menonjol. Ia dapat menulis dengan cepat, menggunakan sepuluh jarinya. Menurutnya, kemampuannya menulis cepat dengan komputer, sangat membantu menyelesaikan tugas-tugas sekolah, termasuk tugasnya sebagai pengurus OSIS. Joshua memang aktif di OSIS, seksi Kerohanian. Joshua ditunjuk sebagai penanggung jawab seksi Rohani, mungkin karena ia berpembawaan tenang dan kerap aktif di Gereja. Yang pasti, penggemar buku-buku novel ini selalu berusaha menjalankan tugas-tugasnya dengan penuh tanggung-jawab.

Heri Kartono, OSC (dimuat di Majalah HIDUP edisi 24 Januari 2009).

H. Nur Riyaman N


TERKESAN DAN BANGGA

“Saya sangat terkesan dan bangga pernah duduk di sekolah Katolik!”, ujar H. Nur Riyaman N, Sekretaris Daerah Kabupaten Cirebon. Pak Sekda ini memang pernah mengenyam pendidikan di sekolah Katolik sejak TK hingga SMP, yaitu di Sekolah Santo Thomas Ciledug, Cirebon.

“Waktu itu Sekolah Santo Thomas amat dikenal sebagai sekolah bermutu. Disiplin amat ketat diterapkan. Dan sekolah ini memiliki banyak prestasi tidak hanya di bidang akademis tapi juga olah raga dan kesenian”, lanjut Nur Riyaman dengan nada bangga. Lelaki berbadan jangkung ini mengaku bahwa pendidikan yang ia terima di Santo Thomas menjadi dasar yang kokoh bagi jenjang pendidikan selanjutnya.

Sebelum menjabat sebagai Sekretaris Daerah, Nur Riyaman bertugas sebagai Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon. Pernah, dalam rangka menjalankan tugasnya, ia berkunjung ke Sekolah Santo Thomas. Guru-guru yang menerimanya kebanyakan masih muda, tidak mengenalnya. Salah seorang guru menjelaskan panjang-lebar tentang sekolah Santo Thomas. Sesudah selesai penjelasan, Nur Riyaman berkata santai: “Saya tahu pak. Saya juga alumni sekolah ini kok!”. Mendengar itu pak guru tercengang, malu namun juga senang.

Di samping rasa bangga, Nur Riyaman menyampaikan juga rasa keprihatinannya. “Dewasa ini sekolah-sekolah Katolik banyak yang mengalami kemunduran. Demikian juga Sekolah Santo Thomas”, paparnya. Sebagai mantan siswa sekolah Santo Thomas, Nur Riyaman bersedia membantu menaikkan kembali pamor almamaternya. “Saya bersedia membantu sesuai kapasitas yang saya miliki”, tegas Nur Riyaman bersemangat.

Heri Kartono, OSC (dimuat di majalah HIDUP edisi 07 Februari 2010)

Senin, 18 Januari 2010

Inggawati Sutanto


EMPAT JAM DISEKAP PERAMPOK

Setiap kali Inge menceriterakan pengalaman yang mengerikan itu, teman-temannya tertawa terbahak-bahak. Di mata teman-temannya, pengalaman Inge amat lucu dan langka. Inge sadar bahwa teman-teman tidak bermaksud mentertawakannya. Seandainya ia tidak mengalami sendiri, mungkin ia juga akan ikut tertawa.

Pagi itu (Oktober 2009) sepulang berbelanja di toko Yonas, Inge berjalan menuju mobilnya yang ia parkir agak jauh. Jalanan masih agak sepi. Tiba-tiba seorang lelaki dengan kepala tertutup “kupluk” muncul dan langsung menodongnya dengan pisau. “Cepat masuk mobil dan jangan bertindak macam-macam”, gertak lelaki tsb. Inge yang ketakutan, langsung menuruti perintah tsb. Sesudah mengikat kedua tangan Inge, lelaki tsb mengambil kunci mobil dan menjalankannya.

“Saya perlu uang. Beri saya 10 juta dan kamu akan saya lepaskan!”. Gertak lelaki berperawakan kecil itu sambil mengacung-acungkan pisau cutter-nya. Inge hanya bisa terdiam dengan tubuh dan kaki gemetar. Selanjutnya penjahat membawa Inge berputar-putar tanpa arah. Berbagai pikiran buruk sempat melintas di benak Inge: “Jangan-jangan aku dibunuh atau diperkosa atau paling tidak dikuras seluruh hartaku!”, pikirnya dalam hati.

Mungkin untuk mengurangi ketegangan, sang penjahat mulai berceritera tentang dirinya. Suatu saat dia bertanya: “Apakah kamu sudah kawin?”. Inge-pun menjawab cepat: “Belum!”. Penjahat yang mulai genit itu berkata: “Kamu cantik lho. Mau nggak saya jadikan istri yang ke-3”. Tentu saja Inge menggelengkan kepalanya dengan keras.

Sesudah hampir empat jam berputar-putar, sampailah mereka di suatu ATM terpencil di wilayah Soreang. Penjahat meminta Inge untuk mengambil uang sebesar 10 juta rupiah. Inge mencoba menawar dengan mengatakan: “Saya hanya bisa ambil uang maksimal 5 juta dan di dompet saya tidak banyak uang!”. Si penjahat akhirnya mengalah, bersedia menerima 5 juta. Sesudah menerima uang, penjahat berkata: “Saya minta alamat kamu dong. Nanti kalau saya dapat rejeki, uangnya saya kembalikan!”, ujarnya. Antara geli dan takut, Inge menjawab: “Nggak usah, saya sudah rela kok!”. Tentu saja Inge, selain tidak percaya, juga tidak mau ambil resiko sang penjahat datang ke rumahnya.

Penjahat mengucapkan terima kasih sebelum berlalu meninggalkan Inge sendirian. Selama beberapa saat, Inge berdiri mematung. Perasaannya bercampur aduk antara sedih karena kehilangan uang, gembira karena terbebas dari bahaya dan geli mengingat kelakuan sang penjahat genit itu…

Heri Kartono.