UNTUNG TERLAMBAT!
Saat melihat tayangan berita tentang Palestina, tiba-tiba saya terkenang kembali Harrie Vogels (7 Juni 1913 – 29 Mei 2004). Karena dialah yang memungkinkan saya pernah menjejakkan kaki di Israel selama 8 hari.
Harrie Vogels adalah seorang bruder Ordo Salib Suci atau OSC. Orangnya amat sederhana. Ia bertugas dari dapur ke dapur nyaris sepanjang hidupnya. Sekitar 30 tahun terakhir sebelum pensiun, ia bertugas di Roma sebagai tukang masak merangkap penerima tilpun dan penjaga pintu.
Br. Harrie, kelahiran Belanda, mempunyai banyak sekali perbendaharaan ceritera, terutama ceritera konyol. Pokoknya, ceritera yang membuat kita tertawa bahkan tertawa terbahak-bahak. Sebagian besar ceriteranya adalah kejadian nyata. Namun tidak sedikit juga yang merupakan fantasi Br.Harrie. Pengalaman sederhana sekalipun, di tangan Br.Harrie bisa menjadi ceritera yang amat kocak dan menarik. “Korban” ceriteranya bisa siapa saja mulai dari teman seangkatan, atasannya bahkan Paus sekalipun! Saya menikmati banyak ceritera menarik yang dikisahkan Br.Harrie saat saya study di Roma (1986-1989).
Suatu hari, Br.Harrie mendapat uang dari sanak-famili-nya sebagai hadiah 25 tahun bertugas di Roma. “Ambillah waktu cuti dan berziarahlah ke Tanah Suci!”, begitu pesan saudara-saudaranya. Br.Harrie menerima uang tersebut, namun ia mengatakan: “Saya sudah tua dan sudah pernah ke Israel. Apakah boleh saya berikan uang ini pada orang lain yang belum pernah ke Israel?”. Saudara-saudaranya meskipun tidak terlalu puas, namun menyetujuinya juga. Br.Harrie memberikan uang tsb pada saya untuk pergi ke Israel. Katanya sebagai tanda terima kasih. (Saya memang sering masak nasi goreng pada hari Sabtu sore, sehingga memungkinkan Br.Harrie bebas dari tugas dan bisa jalan-jalan).
Sebelum pergi ke Israel, saya harus mendapat persetujuan lebih dahulu dari propinsial di Bandung, Pst. Yan Sunyata OSC. Kebetulan Pst.Rob Stigter hendak cuti ke Indonesia. Ia mengatakan: “Nanti saya mintakan ijin dari Pastor Yan!”. Sebulan kemudian, Pst.Rob Stigter kembali dari Indonesia. Saat saya tanya soal ijin itu, rupanya ia lupa. Karena merasa bertanggung-jawab, Pst.Rob menulis surat pada Pst.Yan, meminta ijin untuk saya.
Dua bulan berlalu tanpa ada balasan. Saya katakan pada Pst.Rob: “Tinggal beberapa hari lagi batas akhir untuk pembayaran tanda kepastian ikut ziarah!” (Saya ikut rombongan Italia, Opera Romana). Mendengar itu, Pst.Rob menjawab: “Ya sudah bayar saja. Nanti saya yang jelaskan pada propinsial!”. Maka hari itu juga, saya langsung membayar lunas ongkos ziarah. Dua hari sesudah pembayaran, surat Pst. Yan tiba. Isinya singkat: “Kartono TIDAK BOLEH ke Israel!”. Untung suratnya datang terlambat dan uang sudah ‘terlanjur’ dibayarkan….........(Foto 1: Br.Harrie Vogels OSC. Foto 2: Di Nazareth, Israel).
Heri Kartono.