PENGALAMAN SEBALIKNYA
“Saya mengira di Barat, orang muda hidup bebas semaunya, gereja kosong dan tidak ada lagi hal yang sakral. Saya justru mendapatkan pengalaman sebaliknya”, ujar Bendita Taolin sungguh-sungguh. Ita, begitu panggilan akrabnya, mendapat kesempatan hadir pada pertemuan internasional kelompok San Egidio di Roma selama 2 minggu ( 10 s/d 24 Januari 2009). Selama dua minggu itu, ia menyaksikan basilika Santa Maria Trastevere yang besar dan megah, selalu penuh dengan anak muda setiap sore dalam acara doa malam bersama. Ita merasakan bahwa doa malam berlangsung khidmat, tertib dengan nuansa sakral yang kental.
Ita yang bekerja pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Timor Tengah-Utara adalah penanggung-jawab kelompok San Egidio di kotanya. Penggemar nasi goreng ini sudah bergabung dengan San Egidio sejak tahun 2001. “Bagi saya, bergabung dengan kelompok ini merupakan hadiah terindah dalam hidup saya”, paparnya. Di kotanya, Kefamenanu, San Egidio memiliki 80 anggota. Kegiatan kelompok yang dipimpinnya cukup bervariasi. Salah satu kegiatannya adalah mengajar anak-anak kurang mampu atau biasa mereka sebut Anak Sekolah Damai.
Pengalaman lain yang mengesankannya adalah kenyataan bahwa cukup banyak anak muda di Roma peduli pada nasib sesamanya, khususnya mereka yang miskin dan tersingkir. “Semula saya mengira anak-anak muda di Barat egois dan individualistis, tidak peduli pada nasib orang lain. Ternyata dugaan saya tidak benar adanya”, tutur anak keempat dari enam bersaudara ini.
Masih ada hal lain yang mengesankan Ita selama tinggal di Roma. Tapi, yang satu ini tidak ada kaitan dengan anak muda maupun San Egidio. Dengar saja apa yang dikatakannya dengan bersemangat: “Ternyata cappuccino dan gelato (es krim) italiano, terutama gelato cioccolato, memang uenaak tenan!”, ujar Ita dengan senyum lebarnya yang menawan. (Dimuat di Majalah HIDUP edisi 15/02/09).
Heri Kartono.